Masa Depan LNG Bontang Usai Ditinggal Pembeli Jepang

Sorta Tobing
11 September 2020, 18:50
harga LNG, LNG Bontang, LNG Tangguh, migas, Pertamina, SKK Migas
123RF.com/Artinun Prekmoung
Ilustrasi LNG. Western Buyer Extention dikabarkan tidak akan memperpanjang kontrak pembelian gas alam cair atau LNG Bontang yang habis pada akhir 2020.

Akhir tahun ini menjadi masa penentuan bagi proyek gas alam cair atau LNG Bontang di Kalimantan Timur. Para pembeli gas tersebut, yang kerap disebut Western Buyer Extention (WBX), dikabarkan tidak akan memperpanjang kontrak yang sudah terjalin hampir 50 tahun.

Kyushu Electric Power Co menjadi satu-satunya perusahaan dari konsorsium WBX yang masih akan membeli tiga kargo LNG hingga 2022. Toho Gas Co memutuskan tidak memperpanjang kontrak. Empat perusahaan lain, yaitu Chubu Electric Co, Kansai Electric Power Co, Nippon Steel Corp, dan Osaka Gas Co Ltd, kemungkinan besar melakukan langkah serupa.

Advertisement

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan saat ini masih menempuh negosiasi dengan konsorsium pembeli LNG Bontang. “Sales and purchase agreement dengan pembeli Jepang akan berakhir tahun ini. Namun kami sedang proses perpanjangan dengan anggota konsorsium yang belum bisa kami ungkapkan,” katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (11/9).

SKK Migas memastikan gas alam cair dari Kilang Bontang masih memiliki pasar, meskipun ditinggalkan WBX pada tahun ini. Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan Shell sudah menandatangani persetujuan membeli 25 kargo hingga 2025.

Kepergian WBX, menurut Susans, karena konsorsium sudah menanamkan banyak komitmen di proyek minyak dan gas (migas) lainnya. “Karena kebutuhannya terpenuhi, mereka melepas beberapa kontrak. Salah satunya di Bontang,” ucapnya.

Ia mengatakan kilang yang sudah beroperasi hampir 50 tahun tersebut sudah mengalami penurunan produksi. Pemerintah dalam jangka menengah berencana lebih fokus menetapkan pasar potensial ketimbang mencari pengganti WBX.

Sebanyak 13 kargo LNG Bontang tahun ini disalurkan ke PT Nusantara Regas, anak perusahaan Pertamina. “Produksi Bontang tidak akan sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini ada penurunan jadi kami lebih hti-hati,” ujar Susana.

Pasokan Berlimpah, Serapan LNG Domestik Tidak Maksimal

SKK Migas mencatat realisasi produksi siap jual atau lifting gas pada paruh pertama 2020 mencapai 104,8 kargo. Dua pemasok terbesarnya berasal dari dua kilang, yaitu LNG Bontang dan LNG Tangguh milik BP di Papua.

Angka realisasi lifting itu turun dibandingkan semester pertama 2019 di 119,8 kargo. Pandemi Covid-19 menyebabkan konsumsi dan permintaan gas turun.

Penurunan juga terjadi pada realiasi serapan LNG domestik. Untuk LNG Bontang hanya 13,2 kargo dan Tangguh 12,6 kargo. Padahal di 2019 angkanya mencapai 29 kargo.

Beberapa kargo LNG tidak terserap karena pembeli mengubah komitmennya. Salah satunya dari konsumen utama LNG domestik, yaitu PLN. Penurunan konsumsi listrik yang signifikan di sektor industri dan bisnis karena pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, menjatuhkan pula serapan gas. Permintaan kargo dari PLN berkurang 10 kargo dari rencana awal 24 kargo.

Pada tahun lalu realisasi lifting gas pun mengecewakan. Dari target anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN 2019) sebesar 7 ribu juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), realisasinya hanya 86%. Ketika itu, LNG Bontang gagal terserap maksimal.

Hasil LNG domestik sebagian besar diekspor ke negara lain. Hanya sekitar 17% dipakai di dalam negeri. Tiongkok, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini, menjadi negara tujuan utama pada 2018. Di posisi berikutnya adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement