Langkah Besar Perusahaan Migas Dunia Bertransisi ke Energi Hijau

Image title
23 September 2020, 13:46
bisnis hijau, energi bersih, energi baru terbarukan, shell, pertamina, migas, bp
123RF.com/Pop Nukoonrat
Ilustrasi. Perusahaan migas kelas dunia mulai melakukan transisi dari energi fosil ke terbarukan, termasuk Shell, BP, dan Total.

Perusahaan minyak kelas dunia mulai bertransformasi ke bisnis hijau. Royal Dutch Shell baru saja mengumumkan rencana memangkas hingga 40% biaya produksi migasnya. Perusahaan akan fokus pada pengembangan energi terbarukan.

Shell menargetkan kajian pemotongan anggaran itu dapat rampung pada tahun ini. Perusahaan asal Belanda ini bakal beralih ke sektor listrik dan energi terbarukan yang marginnya relatif rendah.

Advertisement

Persaingan menuju energi bersih itu terbilang cukup ketat mengingat kompetitornya di Eropa, BP dan Total, telah memulai langkah serupa. “Ini bukan hanya tentang struktur tetapi budaya dan tentang jenis perusahaan yang kami inginkan,” kata seorang sumber senior Shell kepada Reuters, Selasa (21/9).

Tahun lalu, keseluruhan biaya operasi Shell mencapai US$ 38 miliar dan belanja modalnya $ 24 miliar. Perusahaan tengah menjajaki cara untuk mengurangi ongkos produksi minyak dan gas di divisi hulu sebesar 30% hingga 40%. Termasuk di dalamnya, pemotongan biaya operasi dan belanja modal untuk proyek-proyek baru.

Shell ingin memfokuskan produksi migasnya di beberapa hub utama, termasuk Teluk Meksiko, Nigeria dan Laut Utara. Sementara, divisi gas terintegrasi perusahaan, yang menjalankan operasi gas alam cair (LNG) serta beberapa produksi gas, juga tengah mempertimbangkan pemotongan besar-besaran.

Bahkan di sektor hilir, Shell juga akan memangkas biaya 45 ribu stasiun layanan Shell, yang merupakan terbesar di dunia. Divisi ini bakal memainkan peran penting dalam transisi, kata sumber tersebut.

Dalam pernyataan tertulisnya, Shell mengakui sedang melakukan tinjauan strategis organisasi. “Untuk memastikan kami siap berkembang selama transisi energi dan menjadi organisasi yang lebih sederhana dan kompetitif,” tulisnya.

Pandemi Percepat Transisi ke Energi Hijau

Sebelumnya, BP juga mengumumkan ambisinya untuk menjadi perusahaan tanpa emisi karbon atau net-zero emission pada tahun 2050. Bahkan perusahaan migas asal Inggris itu menyebut untuk pertama kalinya dalam sejarah, konsumsi bahan bakar fosil bakal menyusut seiring kebijakan pencegahan perubahan iklim di banyak negara.

Saat 2050, BP memprediksi energi terbarukan akan mendominasi hingga 44% dalam skenario cepat (rapid). Sementara skenario net zero dan business as usual, konsumsi energi terbarukan mencapai 59% dan 22%, seperti tampak pada grafik Databoks berikut ini.

Langkah BP ini pun kemudian diikuti oleh beberapa perusahaan raksasa migas lainnya. Perusahaan migas milik pemerintah Tiongkok juga berinisiatif untuk mengembangkan proyek pembangkit listrik dari energi terbarukan, seperti hidrogen dan angin. Petrochina, Sinopec, dan CNOOC siap menghabiskan dana besar untuk aset energi hijau.

Sinopec bahkan ingin memimpin proyek hidrogen Tiongkok. Perusahaan itu rencananya akan membangun stasiun pengisian bahan bakar hidrogen di Pantai Timur Tingkok.

Lalu, PetroChina beberapa waktu lalu mengklaim sebagai perusahaan pelat merah pertama yang menargetkan near-zero emissions pada 2050. Kemudian, perusahaan eksplorasi CNOOC bakal memulai pengembangan proyek tenaga angin lepas pantai pada akhir 2020.

Namun, target itu sebenarnya masih tertinggal dari perusahaan energi raksasa asal Eropa. Pasalnya, kebijakan energi Tiongkok masih berkutat pada transisi energi yang berpatokan pada gas alam dan batu bara rendah emisi dibandingkan mendorong energi baru terbarukan atau EBT secara komprehensif.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan proses transisi bisnis ke energi bersih memang saat ini tengah terjadi. Bahkan untuk perusahaan kelas kakap dunia.

Setelah kejadian tumpahan minyak di Teluk Meksiko pada 2010, BP mulai merencanakan transisi. Awalnya, rencana ini hanya bertujuan membersihkan nama mereka. Namun, krisis harga minyak di 2014, membuat proses transisi itu makin terlihat.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement