Ketahanan Negara Terhadap Bencana

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
26 Maret 2020, 12:00
Ade Febransyah
Ilustrator: Betaria Sarulina
Foto aerial progres pembangunan rumah sakit khusus Corona (COVID-19) di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (25/3/2020). Progres pembangunan rumah sakit Khusus Corona (COVID-19) secara keseluruhan telah mencapai 78 persen dan ditargetkan selesai dan siap untuk digunakan akhir bulan Maret 2020.

It’s not going to happen to us. Mentalitas terhadap risiko tersebut harus ditinggalkan ketika berhadapan dengan bencana, termasuk pandemi Covid-19 saat ini.

Kita bisa melihat bagaimana bencana di masa lalu telah membuat kita gagap dan tidak berdaya. Gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir yang berulang kali meluluhlantahkan kita. Dan sekarang virus corona yang bisa disebut sebagai peristiwa angsa hitam.

Advertisement

Tidak ada yang mengharapkan kedatangannya; itu adalah peristiwa yang hampir mustahil. Ketika pun terjadi, hal tersebut menyebabkan bencana yang mengerikan dan orang-orang tidak dapat menjelaskan mengapa itu terjadi.

Harus diakui bahwa kita adalah makhluk yang  selalu tidak siap menghadapi bencana besar. Kesadaran akan pentingnya penanggulangan bencana hanya muncul ketika suatu bencana telah terjadi. Dan ketika itu terjadi, semuanya seperti terlambat, jatuhnya korban sulit untuk dihindari dan dampaknya akan berlangsung untuk waktu yang lama.

Ini adalah tantangan setiap negara, termasuk Indonesia. Pertanyaannya adalah seberapa kuat ketahanan suatu negara terhadap suatu bencana?

(Baca: Kemendag Relaksasi Impor Alat Kesehatan untuk Tangani Pandemi Corona)

Kompleksitas Ketahanan

Untuk keperluan diskusi, ketahanan negara terhadap bencana dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara untuk bersiap menghadapi bencana besar, untuk merespon dan segera memulihkan setiap gangguan yang terjadi untuk kembali ke kondisi normal.

Dibutuhkan perspektif yang tepat untuk menjelaskan apakah suatu negara memiliki ketahanan terhadap bencana besar. Perspektif pertama tentu saja bencana itu sendiri. Ketika sebuah bencana besar datang, kita umumnya tidak dapat memprediksi seberapa besar fatalitasnya.

Masih ingat ketika tsunami 2004 terjadi? Jumlah kematian meningkat pesat hanya dalam hitungan hari.

Untuk kasus Covid-19, meskipun jumlah kematian yang terjadi masih jauh di bawah dibandingkan bencana tsunami 2004 yang dahsyat itu, jumlah orang yang terinfeksi dan jumlah kematian terus meningkat dari hari ke hari. Kita pun khawatir sampai kapan ini akan berlangsung sebelum angka-angka itu mulai turun.

(Baca: Ditopang Efek Stimulus AS, IHSG Meroket 7% hingga Tembus Level 4.000)

Tantangannya adalah apakah kita dapat secara akurat memprediksi penyebaran virus dan jumlah orang yang terinfeksi? Kemampuan untuk memahami pola penyebaran virus menjadi sangat penting untuk mengambil respon cepat dengan benar.

Tujuan dari respon cepat harus pada meminimalkan jumlah kematian, bukan tingkat kematian. Ini seperti dalam manajemen kualitas, ketika kita ingin menjaga sesuatu yang berharga dari cacat, maka jumlah cacat menjadi dimensi kritikal yang harus dikendalikan. Jadi, pencapaian utama dalam memerangi virus ini adalah menjaga jumlah kematian serendah mungkin.

Untuk melakukan itu, strategi penanganan bencana harus dirumuskan berdasarkan perspektif lain: infrastruktur, masyarakat, dan pemerintah. Infrastruktur di sini mencakup semua sumber daya dari sistem pemberian perawatan kesehatan: rumah sakit, dokter, perawat, tenaga medis, dan fasilitas dan peralatan medis.

Mengingat Covid 19 dikategorikan sebagai angsa hitam, semua rumah sakit tentu tidak siap sebelumnya untuk memiliki kapasitas berlebih untuk menangani sejumlah besar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu, diperlukan semacam strategi kapasitas yang fleksibel untuk bisa menambah kapasitas dengan cepat.

Ragam langkah jokowi meredam covid-19
Ragam langkah Presiden Joko Widodo meredam Covid-19 (Katadata)

Selain sumber daya perawatan kesehatan, infrastruktur dalam bentuk rantai pasokan yang kuat juga diperlukan. Dalam bencana besar, kepanikan di depan umum umumnya dipicu oleh kelangkaan barang yang sangat dibutuhkan.

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement