Bisnis minyak dan gas bumi (migas) terpuruk akibat pandemi corona. Harga komoditasnya yang anjlok membuat persaingan portofolio invetasinya mengetat. Perusahaan besar harus menentukan skala prioritas dan memilih proyek mana yang benar-benar menguntungkan di tengah krisis.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyebut harga gas jenis LNG (gas alam cair) jatuh sejak pandemi Covid-19 muncul. Bahkan angkanya menyentuh US$ 2 per juta British Termal Unit (MMBTU) pada Juni 2020.

Kejatuhan harga itu membuat kontraktor migas ragu melanjutkan proyek di Indonesia. "Ini yang membuat ketakutan project owner, seperti Lapangan Abadi Blok Masela, untuk mengeksekusi proyek ke depan," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam diskusi virtual pada Kamis (2/7).

Proyek tersebut telah masuk ke tahap persetujuan analisis dampak lingkungan (Amdal). Blok Masela juga telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Lokasi Pengadaan Lahan untuk Pelabuhan Kilang LNG Abadi pada 1 Juni 2020. Kilang tersebut rencananya dibangun di Kepulauan Tanimbar, Maluku.

Selain itu, Inpex selaku operator Blok Masela telah memulai proses front end engineering design (FEED) untuk proyek LNG di darat, floating production and offloading (FPSO), pipa gas ekspor, serta subsea umbilical, riser, and flowline (SURF).

Namun, Royal Dutch Shell yang juga memegang saham di blok itu sebesar 35% dikabarkan akan hengkang dari proyek itu. Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan Shell berniat keluar dari proyek itu dan tengah berdiskusi dengan Inpex Corporation terkait pencarian mitra baru.

"Sampai hari ini Shell belum hengkang ya, masih diskusi dengan Inpex dan yang lain. Kalau Inpex jalan terus, proyek harus jalan meski tertatih," ujar Julius pada 6 Juli lalu. Rencana Shell keluar dari blok itu sebenarnya sudah diutarakan beberapa bulan lalu. Keputusan ini diambil, karena kondisi keuangannya yang tertekan di tengah pandemi.

Selang dua minggu kemudian, giliran Chevron Pacific Indonesia yang berencana melepas proyek migas laut dalam Indonesia (IDD) tahap II. Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo mengatakan perusahaan menilai proyek ini tidak masuk secara hitungan keekonomian.

Perusahaan sedang mengevaluasi alternatif strategis kepemilikan dan pengoperasian 63% sahamnya. IDD tahap II dinilai tidak dapat bersaing dengan portofolio global Chevron untuk mendapatkan modal. "Kami percaya proyek ini akan memiliki nilai untuk operator lain, agar Kutai Basin dapat terus dikembangkan dengan selamat dan bertanggung jawab," ujarnya pada Selasa pekan lalu.

Padahal sebelumnya, SKK Migas optimistis Chevron berkomitmen mengembangkan proyek tersebut. Sekretaris SKK Migas Murdo Gantoro mengatakan, perusahaan masih memerlukan waktu guna mengkaji kembali proposal revisi rencana pengembangan (PoD).

SKK Migas bahkan mendesak Chevron untuk segera menyerahkan proposal PoD IDD tahap II. Sebab, sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk ikut serta mengembangkan proyek ini.

Chevron mendapatkan persetujuan PoD pada 2008, namun lima tahun kemudian perusahaan mengajukan revisi karena harga minyak naik, dengan nilai investasi proyek naik menjadi US$ 12 miliar. Revisi proposal pada 2013 tersebut langsung ditolak oleh pemerintah.

Pada 2015, Chevron kembali mengajukan proposal PoD dengan nilai investasi US$ 9 miliar, disertai permintaan insentif berupa investment credit di atas 100%. Namun, proposal ini kembali ditolak oleh pemerintah.

Kemudian, Chevron mengajukan lagi revisi PoD IDD tahap II, dan perpanjangan kontrak pada tahun ini. Tapi perusahaan belum mencapai kesepakatan dengan pemerintah, terutama mengenai skema bagi hasil. Pasalnya, pemerintah mengharuskan Chevron menggunakan skema gross split dalam proyek IDD tahap II.

Proyek Tangguh Train III pun terkena dampak Covid-19. BP yang awalnya menargetkan dapat beroperasi pada kuartal III-2021, terpaksa mundur sembilan bulan hingga 2022.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan pandemi corona membuat mobilisasi pekerja terhambat karena harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan. "Pekerja di lapangan maksimal hanya 50% karena social distancing. Ini tergantung berapa lama Covid-19 berakhir," ujar Fatar.

Masalah serupa juga terjadi pada proyek Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru. Pertamina EP Cepu telah melakukan pengeboran di sumur JAM-6 pada Juni lalu. Jadwal onstream terpaksa mundur karena perusahaan harus mengurangi jumlah pekerja yang berada di lapangan.

42 proyek hulu migas siap investasi
42 proyek hulu migas siap investasi (Katadata)

Jalan Terjal Capai Lifting Satu Juta Barel

Blok Masela, IDD, Tangguh Train III, dan Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru merupakan megaproyek hulu migas yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional. Target lifting satu juta barel minyak per hari pada 2030 bersandar pada keempatnya.

Namun, Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan pihaknya yakin dapat mencapai target tersebut. "Kalau orang lain masih mencibir, kami masih mempunyai cita-cita. Cadangan yang ada untuk siap diproduksikan memang tidak banyak lagi. Jadi kami harus lakukan eksplorasi," katanya dalam sebuah diskusi virtual.

Lifting minyak Indonesia terus turun dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan mengusulkan angkanya di 690-710 ribu barel per hari (bopd) dalam RAPBN 2021. Angka ini lebih rendah dibandingkan target awal lifting minyak pada tahun ini sebesar 755 bopd.

Realisasi lifting migas sejak 2016 selalu mengalami penurunan. Angkanya pada 2019 meleset dari target. Tercatat realisasi produksi minyak dan gas siap jual ini sebesar 1.806 ribu barel setara minyak per hari (mboped) atau 89% dari target, seperti terlihat dari grafik Databoks di bawah ini.

Halaman:
Reporter: Febrina Ratna Iskana, Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement