• KPK menerbitkan SP3 kasus korupsi BLBI, Sjamsul Nursalim tak lagi berstatus tersangka.
  • Penghentian penyidikan merupakan buntut bebasnya mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.
  • Bisnis Sjamsul menggurita di Indonesia hingga Singapura. 

Sjamsul Nursalim lolos dari jerat hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK pekan lalu mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 untuk perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Status buron yang melekat padanya pun otomotis dicabut. Sjamsul selama ini melarikan diri ke Singapura. Surat penghentian penyidikan itu juga berlaku untuk istrinya, Itjih Nursalim. Inilah SP3 pertama sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK terbit.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beralasan keluarnya SP3 karena syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi. 

Penghentian penyidikan itu, menurut Alexander, sudah sesuai dengan ketentuan pasal 40 Undang-Undang KPK. “Sebagaimana amanat pasal 5 UU KPK, yaitu dalam menjalankan tugasnya, KPK berdasarkan pada kepastian hukum,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (1/4). 

Pasal 40 aturan itu berbunyi, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu terhitung dikeluarkannya SP3 dan harus diumumkan kepada publik.

Namun, penghentian penyidikan dan penuntutan dapat dicabut oleh pimpinan KPK bila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan.

Maqdir Ismail selaku penasihat hukum Sjamsul dan Itjih berpendapat terbitnya SP3 bagi kedua kliennya sebagai bentuk kepastian hukum. "Ini adalah berita baik karena sudah ada kepastian hukum terhadap perkara kami," kata Maqdir.

Sjamsul Nursalim
Sjamsul Nursalim (TEMPO/ Bernard Chaniago)

Buntut Bebasnya Syafruddin Arsyad Temenggung

SP3 itu terbit pada 31 Maret lalu. Sebelumnya, Sjamsul dan Itjih terjerat kasus korupsi kucuran dana BLBI sebesar Rp 46,2 triliun untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

BDNI menjadi salah satu dari 48 bank yang mendapat bantuan dana likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ketika krisis moneter 1997/1998 terjadi. Total bantuan tersebut mencapai Rp 144,5 triliun. 

Melansir Tempo.co, BDNI mendapat Rp 30,9 triliun. Namun, aset yang dimiliki bank ini hanya mampu membayar sedikit dari porsi utang tersebut. Untuk membayar utangnya, Sjamsul menyerahkan 12 perusahaannya yang ditaksir seharga Rp 22,6 triliun.

Sisa utang ia bayar dengan menyerahkan aset berupa piutang petambak PT Dipasena Citra Darmaja senilai Rp 4,8 triliun. Tapi sebagian piutang tersebut ternyata kredit macet.

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyebut bank tersebut bertransaksi tidak wajar yang menguntungkan pemegang sahamnya. Namun, Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung tetap mengeluarkan surat keterangan lunas (SKL) untuk BDNI.

KPK lalu melakukan penyidikan perkara pemberian SKL itu pada 20 Maret 2017. Syafruddin mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 14 Mei 2018.

Isi dakwaannya, Syafruddin selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 bersama dengan Sjamsul dan Itjih melakukan penghapusan piutang BDNI dan merugikan negara senilai Rp 4,58 triliun.

Syafruddin dianggap telah memperkaya Sjamsul dari penerbitan SKL tersebut. Majelis hakim pada 24 September 2018 lalu memutuskan Syafruddin dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara 13 tahun dan pidana denda Rp700 juta.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement