• Pertamina menyebut harga solar industri yang dijual di marketplace tidak wajar.
  • Muncul dugaan pasokan BBM tersebut berasal dari kebocoran solar bersubsidi.
  • Negara berpotensi merugi karena subsidi berpotensi naik dan tidak tepat sasaran. 

Masalah muncul pada penjualan solar industri. Bahan bakar minyak atau BBM ini banyak ditemukan di marketplace dengan harga lebih murah daripada patokan Pertamina.

Di Tokopedia, misalnya, harga solar industri dijual dengan harga Rp 6.650 per liter. Di Bukalapak angkanya Rp 7 ribu per liter. Padahal, Pertamina menetapkan harganya Rp 9.500 per liter untuk bulan ini. 

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial and Trading Putut Adriatno menyebut harga di marketplace itu tidak wajar. “Kalau ongkos angkut dan margin badan usaha dari terminal ke konsumen bervariasi tapi harga BBM mengacu pada formula perhitungan MOPS (mean of Platts Singapore,” katanya kepada Katadata.co.id,  Jumat (9/4).  

Untuk solar industri, memang ada beberapa diskon yang diberikan oleh tim penjualan Pertamina dengan angka berbeda-beda. Namun, ia tak merinci besaran potongan harga tersebut. 

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan pun berpendapat harga jual solar industri di marketplace tersebut tidak wajar. Apalagi perhitungannya memakai MOPS. “Plus nilai tukar dolar ke rupiah, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, iuran BPH Migas, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, sudah di Rp 9 ribu per liter,” ucapnya. 

Kehadiran solar murah itu patut dicurigai kualitasnya. BBM tersebut kemungkinan berasal dari solar kencing atau oplosan dari solar bersubsidi. “Masyarakat harus berhati-hati,” kata Mamit. 

BPH Migas seharusnya melakukan penertiban penjualan solar industri tersebut. Penjual BBM jenis ini wajib mendapat izin terlebih dulu dari Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang disebut izin niaga umum atau INU. 

Sebagai pengatur hilir minyak dan gas bumi, BPH Migas dapat merekomendasikan Ditjen Migas untuk mencabut izin badan usaha yang memiliki INU tapi melakukan penyelewengan. "Terlepas dari badan usaha lain merasa tidak rugi, tapi ini bicara persaingan bisnis secara sehat yang tidak terlaksana," ujarnya.

Direktur Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Patuan Alfon S mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan. “Kami melakukan pengawasan atas badan usaha yang berniaga dan memiliki izin dari Kementerian ESDM,” katanya.

Sebelumnya, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa sempat membahas masalah penyelewenagan solar ketika rapat dengar pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat.  Lembaganya telah berkoordinasi dengan kepolisian. "Kasus ini juga dipantau oleh BPH Migas," ujar Fanshurullah.

solar
Ilustrasi BBM jenis solar.  (Arief Kamaludin | Katadata)

Kebocoran Solar Bersubsidi Rugikan APBN

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menduga oknum penjual di marketplace mendapat pasokan dari kebocoran solar bersubsidi. BBM ini kemudian dijual kembali dengan harga yang jauh di bawah harga pasar.

Pada 2019 penyalahgunaan BBM bersubsidi ini mencapai 404 kasus. Angkanya melonjak dari 260 kasus di tahun sebelumnya. Laporan BPH Migas menyebutkan, salah satu sumber lonjakan subsidi solar terjadi pada angkutan kereta api.

"Ini juga termasuk rembesan solar subsidi di perkebunan dan pertambangan. Truk yang seharusnya memakai BBM nonsubsidi tapi pakai solar subsidi," ujarnya.

Potensi kerugian dari adanya praktik seperti ini pun cukup besar karena subsidi tersebut seharusnya diterima rakyat miskin atau pengusaha kecil. "Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melebar, salah satunya karena kebocoran solar subsidi," katanya.

Sebagai informasi, penyelewengan BBM subsidi pada 2019 membuat jebolnya kuota subsidi APBN 2019. Realisasi subsidi solar membengkak menjadi 16,2 juta kiloliter (kl) dari kuota sebesar 14,5 juta kiloliter.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement