Dari Pandemi Menjadi Epidemi, Menebak Masa Depan Covid-19 di Indonesia

Trevino Pakasi
Oleh Trevino Pakasi
8 September 2021, 12:21
Trevino Pakasi
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo
Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) kepada ibu hamil sebelum dilakukan penyuntikkan vaksin COVID-19 di RSUP Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (19/8/2021). Vaksinasi COVID-19 dosis kesatu bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 13 minggu hingga 33 minggu tersebut menargetkan 20.000 penerima vaksin sampai Oktober 2021. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.

Setelah Indonesia mencatat kasus Covid-19 mencapai 4 juta kasus dan angka kematian lebih dari 137 ribu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia mungkin butuh waktu lima sampai 10 tahun atau bahkan lebih untuk mengubah pandemi corona menjadi epidemi, skala penyebaran penyakit yang lebih kecil dibanding pandemi.

Sebagai dokter, peneliti, dan pengajar, saya berusaha mengkritisi arah kebijakan pemerintah saat ini yang ingin mengubah status pandemi menjadi epidemi tersebut.

Pertanyaannya, bagaimana kita mengarahkan negara ini menjadi epidemi, mengingat Indonesia ini begitu luas dengan beragam variasi kapasitas pelayanan kesehatan. Apalagi Covid-19 mempunyai potensi menjadi mewabah dan fatal, seperti yang terjadi pada Juni-Juli 2021.

Ada sejumlah faktor yang harus dipahami dan syarat yang harus dipenuhi mengubah pandemi untuk jadi epidemi.

Syarat untuk jadi endemis Covid-19

Sebelumnya, agar mudah dipahami, saya memulai dari penjelasan atas konsep endemis, epidemi, dan pandemi. Istilah endemis, epidemi, dan pandemi mempunyai pengertian yang sama: adanya peningkatan jumlah kasus baru penyakit yang mencolok, bahkan meningkatnya kematian akibat penyakit tersebut, dalam satu periode waktu tertentu di suatu wilayah.

Perbedaannya adalah pada area geografisnya. Istilah endemis mencakup wilayah-wilayah tertentu di suatu negara, sedangkan epidemi apabila sudah menyebar luas bahkan melintasi batas negara, dan pandemi bila sudah melintasi batas benua. Dalam konteks ini, epidemi dapat dianggap kumpulan daerah endemis.

Contohnya, Indonesia punya beberapa daerah endemis malaria, endemis cacing hati (schizostoma), endemis kaki gajah dan beberapa penyakit lainnya. Sebuah penyakit endemis dapat mewabah jika terjadi peningkatan kasus yang cepat tanpa atau dengan tingkat kematian yang tinggi.

Jika arah kebijakan pemerintah mempersiapkan pandemi menjadi epidemi, berarti akan ada banyak wilayah endemis Covid-19 di negara ini.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengubah status pandemi menjadi epidemi adalah kecukupan sumber daya.

Kita bisa melihat bagaimana pemerintahan Jakarta berhasil menekan angka kematian pada saat puncak-puncaknya kasus Covid-19 gelombang kedua lalu karena fasilitas kesehatan dan sumber daya manusianya yang cukup.

Keberhasilan seperti ini tidak mungkin melekat pada daerah-daerah yang kurang sumber dayanya. Padahal daerah endemis harus siap bila tiba-tiba terjadi wabah agar tidak terjadi kematian meningkat.

Mempersiapkan suatu daerah menjadi endemis Covid-19, berarti mempersiapkan sistem pelayan kesehatan, utamanya di tingkat primer agar mampu mencegah, mendeteksi dini serta mengobati pasien secara cepat dan tepat untuk mencegah kematian.

Oleh karena itu, sebagai langkah awal, pemerintah harus mengeliminasi dan mengontrol penyebaran Covid-19 dengan penemuan kasus diikuti isolasi. Lanjut dengan memperkuat promosi kesehatan serta meningkatkan cakupan vaksinasi.

Pelayanan primer diberikan kewenangan mendiagnosis Covid-19 secara klinis, tidak harus bergantung pemeriksaan laboratorium (PCR dan antigen), diikuti tata laksana isolasi mandiri yang ketat agar memutus rantai penularan. Bila diperlukan pelayanan PCR atau antigen, negara yang harus mendanai sesuai UU.

Contoh seperti ini dilakukan dalam pembasmian wabah pes di Jawa pada awal 1900-an. Ketika itu, wabah pes merebak melalui perantara kutu tikus karena pemerintah Hindia-Belanda mengimpor beras yang mengandung kutu tikus. Pandemi kemudian menyebar karena pergerakan manusia.

Pemerintah kolonial menerapkan aturan yang keras di Pulau Jawa untuk mengontrol wabah melalui pengaturan pergerakan orang dan mempercepat penanganan pes sampai di pedalaman. Perubahan lingkungan tempat tinggal, higiene dan sanitasi dilakukan secara ketat. Orang-orang yang sakit juga diisolasi, keluarganya pun diskrining secara klinis dengan ketat.

Halaman:
Trevino Pakasi
Trevino Pakasi
Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...