• Garuda mengupayakan penyelesaian kewajiban di luar proses hukum kepada para lessor-nya.
  • Beredar kabar Citilink akan mendongkrak pendapatan penerbangan penumpang, terutama rute domestik. 
  • Garuda dinilai perlu melakukan pembenahan organisasi dan arus kasnya.

Turbulensi di tubuh PT Garuda Indonesia Tbk tak kunjung mereda. Sejak pandemi Covid-19, kondisi keuangan maskapai penerbangan itu berdarah-darah. Minimnya penumpang membuat banyak pesawat mangkrak. Hal ini berujung pada membengkaknya tagihan sewa pesawat.

Pekan lalu, perusahaan pelat merah itu kalah dalam pengadilan arbitrase London Court of International Arbitration (LCIA), Inggris. Gugatan ini diajukan oleh dua perusahaan yang menyewakan pesawat atau lessor, yaitu Helice Leasing SAS dan Atterisage SAS. Keduanya di bawah manajemen Goshawk.

Dalam laporan keuangan periode Juni 2021, Garuda menjelaskan, gugatan bermula pada 27 Maret 2020. Helice mengajukan permohonan kepada Pengadilan Belanda untuk melakukan sita jaminan atas dana pada rekening Garuda di Amsterdam. Permohonan ini telah dikabulkan pengadilan. 

Perusahaan juga mengajukan gugatan pokok perkara kepada Garuda di Pengadilan London. Gugatan ini tak dapat diproses, lalu berlanjut ke pengadilan arbitrase. Pada 16 Februari 2021, Helice dan Atterisage mengajukan gugatan tersebut.

Dengan kekalahan itu, Garuda wajib membayar uang sewa pesawat. Ada pula kewajiban yang harus dibayar berdasarkan perjanjian sewa dan pembayaran bunga keterlambatan kepada lessor.

PESAWAT GARUDA BERGAMBAR MASKER
Pesawat Garuda Indonesia. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.)

Garuda sedang menjajaki skema restrukturisasi dengan lessor. Hal ini juga menjadi upaya penyelesaian kewajiban di luar proses hukum.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra optimistis penjajakan tersebut dapat menghasilkan kesepakan terbaik untuk seluruh pihak. “Kami sepenuhnya akan menghormati dan menyikapi secara bijak hal-hal yang telah ditetapkan LCIA,” ujar Irfan, Jumat (10/9). 

Sebelum masalah ini muncul, Garuda juga telah menyelesaikan perkara di luar pengadilan dengan lessor asal Irlandia, Aercap Ireland Limited. Pada akhir Juli lalu, kedua pihak menekan Global Side Letter Agreement yang menyatakan AerCap menghentikan gugatan kepailitan terhadap Garuda.

Sejalan dengan kesepakatan itu, Garuda memulangkan 14 pesawat Boeing 737-800 ke AerCap. “Perusahaan memastikan seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan tetap berlangsung normal,” kata Direktur Teknik Garuda Indonesia Rahmat Hanafi dalam keterbukaan informasi 2 Agustus 2021. 

Melansir dari flightglobal.com, Garuda juga sedang melakukan negosiasi dengan lessor lainnya, yaitu SMBC Aviation Capital Limited. Perusahaan merupakan anak usaha Grup Sumitomo, Jepang.

Sebagai informasi, Garuda menyewa pesawat dari 36 lessor. Dari keterbukaan informasi beberapa waktu lalu, perusahaan saat ini hanya mengoperasikan 53 pesawat dari total 142 pesawat. 

Dengan semua kondisi tersebut, Garuda terus melakukan negosiasi dengan para lessor. Ketika ditanya sudah sejauh mana pembicaraannya, Irfan mengatakan belum dapat berkomentar. “Ini lagi proses semua,” katanya kepada Katadata.co.id, Senin (13/9).

PENAMBAHAN JADWAL PENERBANGAN GARUDA INDONESIA DI ACEH
Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia. (ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.)

Garuda Indonesia Akan Fokus Penerbangan Domestik?

Sejak tahun lalu Garuda terus berada di ambang kebangkrutan. Kinerja keuangannya tak berhenti berdarah-darah sejak pandemi Covid-19.

Perusahaan mengalami kerugian dan utang menggunung. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyebut salah satu penyebab kerugian tersebut adalah Garuda terlalu banyak menyewa pesawat.

Kondisi tersebut tak diimbangi dengan okupansi penumpang. “Jenis pesawat yang disewa terlalu banyak dan harga sewanya kemahalan,” katanya, dikutip dari KompasTV, pada 9 Juni 2021.

Beban biaya Garuda setiap bulan mencapai US$ 150 juta. Pendapatannya hanya US$ 50 juta. Dengan kondisi ini perusahaan merugi US$ 100 juta atau lebih Rp 1,4 triliun setiap bulan. 

Menteri BUMN Erick Thohir pun meyakini salah satu masalah terbesar Garuda adalah lessor. Ia sempat menyebut ada lessor nakal yang memberi tarif sewa lebih mahal dibandingkan harga pasaran.

Karena itu Garuda harus melakukan renegosiasi dengan lessor-nya. “Ini yang pasti kami bakal standstill, bahkan negosiasi keras dengan mereka,” katanya pada awal Juni lalu, dikutip dari Antara  

Kerugian perusahaan terus membengkak pada semester pertama tahun ini. Rugi bersihnya mencapai US$ 898,65 juta atau lebih dari Rp 12,8 triliun, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini. Pada periode yang sama 2020, ruginya mencapai US$ 712,72 juta atau Rp 10,2 triliun. 

Pendapatannya pada paruh pertama 2021 turun 24,04% menjadi US$ 696,8 juta. Omzet dari penerbangan berjadwal anjlok 25,82% menjadi US$ 556,53 juta.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement