Overcrowding, Akar Masalah di Berbagai Lapas dan Rutan

Iwa Maulana
Oleh Iwa Maulana
25 September 2021, 11:00
Iwa Maulana
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo

Awal bulan ini, kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten, menewaskan setidaknya 49 orang narapidana dan menyebabkan lebih dari 70 orang lainnya terluka.

Namun, wacana kebakaran di Lapas Tangerang tidak boleh berhenti hanya korban dan kerugian. Harus ada dorongan untuk memahami mengapa tragedi tersebut terjadi dan bagaimana tidak terus berulang.

Nyata bahwa kebakaran di lapas atau rumah tahanan (rutan) kerap terjadi. Pemantauan oleh koalisi masyarakat sipil mencatat, dalam tiga tahun terakhir saja terjadi 13 kasus kebakaran di lapas.

Sebelum itu, ada juga beberapa kasus kerusuhan yang berujung pada kebakaran seperti di Lapas Tanjung Gusta di Sumatera Utara pada 2013 dan Rutan di Bengkulu pada 2016.

Pemicu kebakaran di lapas atau rutan tidaklah seragam. Kebakaran dapat dipicu oleh kerusuhan di dalam, bagian upaya melarikan diri, masalah kompor gas, hingga arus pendek listrik.

Pemicu kebakaran penting untuk diketahui. Tapi, penyebab paling mendasar (cause of the causes) dari kasus-kasus kebakaran di lapas atau rutan adalah jumlah penghuni melebihi daya tampung (overcrowding).

Masalah mendasar ini sudah sejak lama menyebabkan berbagai masalah lain, seperti ketidaklayakan kondisi hunian, kesulitan dalam pengendalian keamanan dan ketertiban, serta terhambatnya pelaksanaan keselamatan (safety) dan keamanan (security).

Tulisan ini akan menjelaskan tentang permasalahan overcrowding sebagai penyebab dasar yang tidak boleh diabaikan. Dampaknya terhadap aspek keselamatan dan keamanan di lapas, serta pertanggungjawaban atas kebakaran yang terjadi.

kebakaran lapas
Korban tewas akibat kebakaran Lapas Tangerang, Banten. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.)

Overcrowding dan kebakaran

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengakui, membludaknya narapidana narkotika berkontribusi besar terhadap overcrowding, yang kemudian menjadi faktor penting dalam terjadinya kebakaran.

Kelompok masyarakat sipil menggarisbawahi kasus kebakaran lapas yang terjadi tidak boleh dilepaskan dari masalah kronis ini pada lapas dan rutan di Indonesia.

Kelebihan penghuni memang bukanlah penyebab langsung dari kebakaran yang terjadi, tapi ia menimbulkan beberapa faktor pemicu kebakaran seperti kerusuhan, upaya melarikan diri oleh tahanan, dan arus pendek listrik.

Overcrowding membuat narapidana — yang berbagai hak dasarnya telah tercabut ketika masuk ke dalam sistem pemasyarakatan — tidak menerima hak dan kebutuhan mereka dengan semestinya.

Kualitas hidup narapidana yang buruk dapat memicu ketidakpercayaan kepada petugas dan institusi lapas, yang berujung pada perlawanan terhadap otoritas.

Di antara para narapidana, kondisi hidup yang buruk disertai kepadatan hunian yang sangat tinggi membuat gesekan lebih mudah terjadi.

Sebagaimana sering dikemukakan para petugas di lapangan, “saling bertukar pandang biasa pun dapat berujung pada perkelahian.”

Ketika terjadi kerusuhan atau perkelahian berskala besar dan terdapat sumber api, maka peluang terjadinya kebakaran menjadi lebih tinggi.

Selain itu, overcrowding juga membuat petugas menjadi lebih kesulitan untuk mengawasi dan memeriksa setiap ruangan, tempat, dan narapidana di lapas.

Akibatnya, narapidana dapat mencuri-curi sambungan listrik tanpa sepengetahuan petugas lapas. Ketika terdapat penggunaan listrik yang terlalu besar, lalu terjadi korsleting, maka terjadi apa yang diduga sebagai arus pendek listrik yang menyebabkan kebakaran.

Aspek keselamatan dan keamanan

Peristiwa kebakaran yang terjadi menunjukkan kegagalan dalam melaksanakan penyelamatan dan pengamanan di lapas. Dari sisi keselamatan, sarana dan prasarana menjadi faktor yang sangat berpengaruh.

Pada kasus Lapas Tangerang, usia bangunan yang sudah tua membuat bangunan menjadi lebih rentan terhadap api dan kebakaran besar. Kemudian ada juga permasalahan alat pemadam kebakaran di lapas yang tidak tersedia atau berfungsi dengan baik.

Halaman:
Iwa Maulana
Iwa Maulana
Peneliti
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...