Aturan Nilai Ekonomi Karbon Terbit Tahun Ini

Sorta Tobing
2 Oktober 2021, 10:00
Laksmi Dhewanthi
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi.

Perjanjian Paris pada 2015 menjadi titik awal dalam penanganan perubahan iklim. Sebanyak 196 negara sepakat untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat Celcius dan menuju 1,5 derajat Celcius. Pelaksanaannya telah berlangsung sejak awal tahun ini. 

Indonesia tidak mengubah komitmen Perjanjian Paris pada tahun ini. Dalam target penurunan emisi karbon atau nationally determined contribution (NDC) terbaru, angkanya tetap di 29% dengan usaha sendiri pada 2030 dan 41% bantuan internasional.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi mengatakan, walau angka tidak berubah, namun Indonesia memiliki formulasi kebijakan untuk mencapai target itu. 

“Kami ingin mengatakan, dalam rangka mencapai target 2030, Indonesia sudah berpegang pada visi 2050,” katanya kepada editor Katadata.co.id, Yuliawati dan Sorta Tobing, Sabtu (25/9). Selama satu jam, secara daring, ia menjelaskan upaya-upaya Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Selain itu, Laksmi juga membahas soal agenda utama Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait perubahan iklim atau COP26 di Glasgow, Inggris. Acara yang berlangsung pada 31 Oktober sampai 12 November 2021 ini juga menjadi momen penting untuk menunjukkan komitmen dunia mencegah pemanasan global.

Seperti apa penjelasannya? Berikut petikan wawancaranya.

REALISASI PEMBANGUNAN PLTS ATAP
Ilustrasi proyek energi bersih untuk menurunkan emisi karbon. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.)

Bagaimana sejauh ini realisasi NDC Indonesia?

Kami perlu sampaikan, semua NDC baru mulai terlaksana pada 1 Januari 2021 karena Paris Agreement (Perjanjian Paris) memang seperti itu. Sampai dengan Desember 2020, semua negara mengikuti Protokol Kyoto.

Indonesia tidak termasuk ke dalam negara Annex I dalam Protokol Kyoto. Negara yang termasuk dalam kelompok ini sebagian besar negara maju yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Indonesia pada saat itu belum memiliki kewajiban menurunkan emisi. Pemerintah kemudian secara sukarela melakukan komitmen tersebut. Realiasinya sampai sekarang masih tahap baru dimulai.

Dalam NDC terbaru, Indonesia akan menjadi emisi karbon neto di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FoLU) di 2030?

Pada Juli lalu, Indonesia menyampaikan NDC updated bersama-sama dengan bagian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya, bernama LTS-LCCR 2050 atau Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050.

Dalam dokumen itu disebutkan, Indonesia akan mengupayakan menuju kondisi net sink untuk sektor FoLU pada 2030. Jadi emisi yang dikeluarkan di sektor ini akan lebih kecil dari penyerapannya atau paling tidak sama dengan penyerapan emisi gas rumah kacanya. 

Bagaimana rencananya? Kami sudah menyusun NDC Mitigasi dan NDC Adaptasi Roadmap. KLHK sudah menyiapkan rencana operasionalnya. Di dalamnya berisikan 11 kegiatan utama, termasuk restorasi lahan gambut, penerapan manajemen kehutanan berkelanjutan, dan lainnya.

Jadi, NDC dan LTS-LCCR 2050 terpisah, tapi menjadi satu kesatuan?

Iya, dokumennya terpisah. Kalau NDC berisi komitmen penurunan emisi gas rumah kaca. Indonesia memasukkan pilar adaptasi sama pentingnya dengan mitigasi. Target kita tidak hanya menurunkan emisi karbon tapi juga meningkatkan ketahanan iklim.

Sedangkan dokumen LTS-LCCR 2050 sifatnya formulasi kebijakan dan informasi. Jadi, bukan komitmen. Setiap negara memang didorong memformulasikan visi jangka panjangnya. 

Indonesia menyampaikan dua dokumen ini secara bersamaan. Kami ingin mengatakan, dalam rangka mencapai target 2030 sudah berpegang pada visi 2050. 

Lalu, target pemakaian batu bara akan turun hingga 60% pada 2050. Melihat Indonesia masih negara berkembang, apa pemerintah benar-benar akan menguranginya untuk pembangkit listrik?

Di dalam LTS-LCCR 2050, Indonesia mengatakan akan mencapai kondisi net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Bahasanya adalah “in 2060 or sooner”.

Benar pada saat ini pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PLN, sudah memiliki peta jalan untuk penghapusan secara bertahap operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). 

Mulai dari 2025 akan dilakukan penggantian PLTU menjadi pembangkit listrik tenaga gas (PLTMG) dan energi terbarukan lainnya. Pada 2030 akan ada retirement (penghentian PLTU) tahap pertama. Tahap terakhir akan dilaksanakan pada 2055. Tidak akan serta-merta diberhentikan. 

Banyak langkah-langkah yang memang sudah disiapkan untuk sektor ini. Termasuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan komitmen untuk mencapai bauran energi.

Alasan di balik penetapan net zero emission 2060 or sooner?

Net zero itu adalah kondisi balance. Emisi yang dikeluarkan dibarengi dengan kemampuan penyerapan yang sama atau lebih besar. Asumsi yang pemerintah pakai tentu saja, selain populasi, ada tingkat ekonomi, konsumsi energi, dan sebagainya. 

Kalau membandingkan dengan negara-negara maju yang saat ini berkomitmen untuk mencapai kondisi net zero emission-nya di 2050, mereka sudah mencapai puncak emisi di 1980-an atau 1990-an. 

Mereka akan net zero emission, setelah 70 atau 60 tahun dari puncak pembangunannya. Indonesia diharapkan mencapai puncak pembangunannya di 2045, pada saat 100 tahun merdeka. 

Lalu, kalau dituntut untuk kemudian net zero emission di 2050, berarti hanya lima tahun memerlukan waktu untuk membuat balance itu. Bisa atau tidak? Bisa tetapi tentu saja konsekuensinya biayanya besar sekali. 

Perkiraan kebutuhan dananya berapa?

Dokumen LTS-LCCR 2050 adalah formulasi kebijakan jangka panjang dan memang belum didetailkan. Saat ini kami masih terus melakukan simulasi, kajian, dan sebagainya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...