• Partai Gelombang Rakyat (Gelora) diperkirakan akan mengalami kesulitan untuk mengusung pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2024.
  • Ada peluang partai ini masuk ke parlemen apabila menjangkau pemilih muda yang moderat kanan.
  • Pemilih seperti itu cenderung mengutamakan program atau rencana kerja, bukan hanya politik identitas.

Akhir pekan lalu Partai Gelombang Rakyat alias Partai Gelora mengumumkan ketua umumnya, Anis Matta, sebagai bakal calon presiden yang akan diusung dalam Pilpres 2024. Partai berlogo gelombang merah-putih itu juga menetapkan wakil ketua umum Fahri Hamzah sebagai bakal calon wakil presiden.

Deklarasi tersebut muncul dalam pertemuan antara ribuan kader Partai Gelora di Kabupaten Tangerang, Banten, pada Minggu (19/2). Pertemuan sosialisasi dan konsolidasi nasional ini juga meluncurkan slogan partai, yaitu “Indonesia Superpower Baru.”

Fahri mengatakan, kader partainya berkumpul di Kabupaten Tangerang, Banten, karena terdapat makna historis. Hal ini berkaitan dengan Kesultanan Banten. Kerajaan Islam yang berdiri pada 1526 tersebut menjadi benteng Nusantara dan mengawali penyebaran Islam ke berbagai daerah.

“Kami ingin napak tilas dan menjadikan Banten, khususnya Tangerang, (sebagai) titik berangkat untuk menjadikan Indonesia Superpower Baru,” kata Fahri Hamzah, dikutip pada situs partai tersebut.

Anis sempat menyebut perjuangan partainya, yaitu membantu ibu-ibu hamil memperoleh asupan nutrisi dan layanan kesehatan yang layak. Selain itu, Partai Gelora juga ingin menyediakan kuliah gratis bagi masyarakat.

PARTAI GELORA DAFTAR KE KPU
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta (kiri) mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.)

Anis-Fahri Tawarkan Alternatif untuk Pilpres 2024

Di tengah banyak partai masih mencari bentuk koalisi dan nama capres, Partai Gelora justru melakukan sebaliknya. Padahal, usianya belum genap berumur empat tahun dan belum memenuhi syarat pengusungan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyebut, partai harus menguasai setidaknya 20% dari kursi di DPR untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Atau partai harus memperoleh setidaknya 25% pangsa suara dalam pemilihan anggota DPR sebelumnya. Syarat ini dikenal sebagai presidential threshold.

Berdiri pada Oktober 2019, Partai Gelora belum pernah berpartisipasi dalam pemilihan anggota DPR. Akibatnya, partai yang bermarkas di Jakarta Selatan ini belum mampu memenuhi syarat pengusungan tersebut.

Partai-partai biasanya membentuk koalisi untuk memenuhi syarat pengusungan tersebut. Misalnya, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membentuk Koalisi Perubahan untuk mengusung eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ketiga partai ini menguasai 163 kursi atau 28,3% dari kursi di majelis rendah.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, Partai Gelora diperkirakan akan mengalami kesulitan untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan 2024.

“Mungkin Partai Gelora ingin menawarkan alternatif lain soal capres-cawapres,” kata Ujang pada Rabu (22/2). “Itu harus kita hargai dan hormati. Tapi, untuk bisa bertarung, bersaing, lolos di (Komisi Pemilihan Umum), itu agak berat.”

Selain Koalisi Perubahan, Koalisi Indonesia Raya (KIR) telah mengumumkan akan mengusung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden. Koalisi ini terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Berebut Suara dengan PKS

Dominique Nicky Fahrizal dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, Partai Gelora diperkirakan mampu merebut pemilih-pemilih PKS yang religius namun lebih rasional. Dalam spektrum politik, mereka adalah pemilih yang disebut moderat atau tengah-kanan.

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement