• Isu perbedaan data PPTAK soal transaksi mencurigakan di Kemenkeu telah usai.
  • Menko Polhukam Mahfud MD membentuk satgas penanganan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.
  • Pengesahan RUU Perampasan Aset dapat menjadi cara untuk mencegah kasus serupa terjadi.

Perkara simpang siur soal data telah berlalu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah sepakat dengan data transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.

Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan alias PPATK tersebut sekarang telah selaras. "Data sama tapi berbeda presentasinya," kata Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR, Selasa (11/4). 

Harmonisasi ini muncul kira-kira satu bulan sejak Mahfud pertama kali mengemukakan laporan transaksi mencurigakan di Kemenkeu pada awal Maret 2023. Saat itu, Sri Mulyani meresponnya dengan mengatakan belum pernah memperoleh laporan tersebut.

Setelah kedua pihak sepakat, lantas apa langkah pemerintah selanjutnya? 

Perbedaan Presentasi Data Transaksi

Transaksi mencurigakan ini telah bermuara ke hukuman disiplin terhadap 190 pegawai Kemenkeu antara 2009 dan 2023. Setidaknya 10 pegawai lainnya ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Jumlah transaksi mencurigakan terbesar tercatat di Rp 199,4 triliun pada 2020, yang berakhir pada hukuman disiplin terhadap 44 pegawai.

Transaksi mencurigakan ini berasal dari 300 surat terkait laporan hasil analisis (LHA) atau laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari PPATK secara keseluruhan. Kemenkeu hanya menerima 200 surat karena sebagian lainnya masuk ke kantor penegak hukum.

Presentasi antara Sri Mulyani dan Mahfud sempat berbeda karena sang Bu Menteri hanya menyampaikan surat yang diterima oleh kantornya. Dari 200 surat yang diterima, kantornya telah menindaklanjuti 186 surat.

Di sisi lain, Mahfud mengelompokkan transaksi mencurigakan ini ke dalam tiga kategori. Pertama, transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu hingga Rp 35,5 triliun. Kedua, transaksi di Kemenkeu yang melibatkan pegawainya dan pihak lain hingga Rp 53,8 triliun. Ketiga, transaksi mencurigakan dari perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam kewenangan Kemenkeu hingga Rp 260,5 triliun. 

Tentu saja klasifikasi dan penyajian data itu menimbulkan perbedaan. "Keseluruhan LHA dan LHP mencapai 300 surat dan transaksi agregat Rp 349 triliun,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta Pusat pada Senin pekan lalu.

Sri Mulyani meresponnya dengan menyebut transaksi kategori pertama yang suratnya masuk ke Kemenkeu hanya Rp 22 triliun dan sisanya masuk ke penegak hukum. Dari Rp 22 triliun tersebut, hanya Rp 3,3 triliun yang secara langsung dan murni berkaitan dengan pegawai kementeriannya. Sisanya berkaitan dengan perusahaan.

Untuk kategori kedua, semua suratnya ditujukan ke penegak hukum. Dari transaksi kategori ketiga, 23 pegawai Kemenkeu yang terlibat dengan transaksi hingga Rp 47,7 triliun telah menerima vonis.

Sri Mulyani menambahkan, transaksi kategori ketiga sebagian besar berkaitan dengan perusahaan yang PPATK teliti karena diduga berpotensi terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Transaksinya mencapai Rp 253,6 triliun. Sisanya ditangani oleh penegak hukum.

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement