• Kehadiran toko buku ritel sudah terbatas dan tidak merata di Indonesia.
  • Penjualan buku digital belum bisa mengompensasi penurunan penjualan buku cetak.
  • Covid-19 menyebabkan penurunan penjualan buku lebih dari 50%.

Rencana penutupan toko buku Gunung Agung hanya menunjukkan puncak gunung es dari masalah industri buku di Indonesia. Dalam catatan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), penjualan buku cetak telah menurun sejak lama. Penjualan buku digital pun belum tumbuh sesuai harapan.

Perintis toko buku ritel PT GA Tiga Belas berencana untuk mengakhiri perjalanan bisnisnya selama 70 tahun dengan menutup lima toko gerai terakhirnya pada 2023. Di puncak kejayaannya pada 1990-an, perusahaan itu mengoperasikan 40 gerai Gunung Agung.

Advertisement

Direksi Gunung Agung mengatakan penutupan toko buku yang berlangsung secara bertahap ini terpaksa terjadi karena perusahaan tidak lagi mampu menanggung kerugian yang selalu membengkak setiap bulannya. Penjualan buku “tidak sebanding” dengan biaya operasional.

Ketua Umum IKAPI Arys Hilman Nugaraha menyebut masalahnya tidak hanya berkaitan dengan digitalisasi. “Persoalannya adalah buku-buku tersebut tidak menemukan pembacanya di dunia digital. Lalu, di dunia cetak, (penjualannya) itu sudah semakin tergerus,” kata Arys pada Jumat (26/5).

Rencana gulung tikar Gunung Agung mengemuka di tengah penutupan bukan hanya toko buku tapi juga lokapasar buku. Di Indonesia, toko buku Aksara dan Books & Beyond telah menutup bisnisnya lebih awal. Di Inggris, lokapasar buku Book Depository menerima pesanan terakhirnya pada 26 April 2023.

Bahkan sebelum tren penutupan ini, kehadiran toko buku ritel sudah terbatas dan tidak merata di Indonesia. Komite Buku Nasional mencatat, ada 313 toko buku ritel pada 2019. Ini berarti hanya ada kira-kira 1 toko buku untuk setiap 1 juta penduduk. Toko-toko ini umumnya terletak di kota besar.

Digitalisasi Belum Menyelesaikan Masalah

Arys menyebut tekanan terhadap penerbit dan toko buku terjadi meskipun keduanya telah mengambil langkah-langkah digitalisasi. Penerbit telah menerbitkan buku digital dan menjual lewat lokapasar. Bahkan, sejumlah buku memiliki fitur realitas berimbuh (augmented reality).

Berdasarkan riset IKAPI, jumlah buku digital yang terbit terus meningkat antara 2017 dan 2019. Pada 2017, para penerbit merilis 2.819 buku elektronik (buku-el) atau kira-kira 4,5% dari total buku yang terbit. Pada 2019, porsinya melonjak ke hampir 18%.

Namun, penjualan buku digital belum bisa mengompensasi penurunan penjualan buku cetak. Harga buku digital cenderung lebih murah. Banyak komponen dalam harga buku cetak yang hilang, seperti komponen distribusi.

“Ini yang orang sering lupa, digitalisasi membuat buku jadi murah. Maka, bagi penerbit, (digitalisasi) membuat bisnis tidak sustainable,” kata Arys. Penerbit butuh perhitungan lainnya untuk dapat bertahan.

INFOGRAFIK - Mengapa Banyak Toko Buku Tutup di Indonesia?
INFOGRAFIK - Mengapa Banyak Toko Buku Tutup di Indonesia? (Katadata/Yana)

Penerbit PT Gramedia Asri Media (Gramedia), misalnya, menjual buku digital Filosofi Teras yang ditulis oleh Henry Manampiring di Rp 79 ribu. Ini lebih murah kira-kira 24% dari buku dengan sampul kertasnya (softcover).

Selain beradaptasi lewat buku digital, penerbit telah mengambil inisiatif untuk menjual bukunya sendiri secara daring. Kira-kira 76% dari penerbit telah menjual buku secara daring untuk mengantisipasi kesulitan penjualan lewat toko.

Penjualan daring ini terlihat di lokapasar seperti Tokopedia dan Shopee. Contohnya, penerbit PT Pustaka Abdi Bangsa (Republika Penerbit), yang bergabung ke Tokopedia sejak Desember 2019. Di sisi lain, sejumlah penerbit juga membuka lokapasar sendiri pada situs web resminya, seperti Gramedia.

Namun, menurut Arys, para penerbit masih menghadapi tantangan dari segi penjualan buku bajakan di lokapasar-lokapasar tersebut. Di sisi lain, penindakan terhadap penjual buku bajakan masih terbatas di penurunan lapak (take down) meskipun mereka telah melakukan kejahatan.

Toko Buku Gunung Agung Akan Tutup Seluruh Cabang di Akhir Tahun 2023
Toko Buku Gunung Agung Akan Tutup Seluruh Cabang di Akhir Tahun 2023 (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Covid-19 Tambah Tekanan ke Industri Buku

Gunung Agung, perusahaan yang bermarkas di Jalan Kwitang, Jakarta Pusat, mulai menutup sejumlah gerai sejak 2013. Penutupan ini merupakan langkah untuk mengatasi kerugian akibat biaya operasional yang lebih besar dari pendapatan penjualan buku setiap tahun.

Arys mengatakan, penjualan buku pada umumnya di Indonesia telah merosot bahkan sejak 2010. Lalu, datanglah pandemi Covid-19, menambah tekanan ke perusahaan-perusahaan buku yang sudah terpojok.

Berdasarkan riset IKAPI pada 2020, kira-kira 58% dari penerbit melaporkan Covid-19 telah bermuara ke penurunan penjualan lebih dari 50%. Hanya 4% dari penerbit yang melaporkan mereka tidak membukukan kemerosotan dalam penjualannya.

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement