RI Berpotensi Rugi Rp 57 Triliun jika Ekspor Tembaga Freeport Disetop
PT Freeport Indonesia (PTFI) melaporkan adanya potensi kerugian bagi penerimaan negara mencapai Rp 57 triliun jika pemerintah menghentikan kegiatan ekspor konsentrat tembaga perusahaan pada tahun ini.
Besaran penerimaan negara yang hilang itu dihitung dalam bentuk pajak, deviden dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Juru Bicara Freeport, Katri Krisnati, larangan ekspor tembaga dapat mengakibatkan penangguhan kegiatan operasional perusahaan yang secara signifikan berdampak pada keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang.
"Jika penangguhan operasional tambang PTFI terjadi, potensi kerugian bagi penerimaan negara melalui Pajak, Dividen dan PNBP mencapai Rp 57 triliun tahun ini," kata Katri, lewat pesan singkat WhatsApp pada Jumat (14/4).
Lebih lanjut, kata Katri, pemberlakukan larangan ekspor konsentrat tembaga Freeport juga berdampak kepada kehilangan pendapatan daerah hingga Rp 8,5 triliun per tahun bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten Mimika.
Freeport terus berdialog dengan pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mengkaji dampak jika larangan ekspor tembaga diberlakukan. Perusahaan juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan aturan turunan yang mencakup rincian jenis mineral yang dapat dan tidak dapat dijual ke luar negeri dengan beberapa pertimbangan tertentu.
"Keputusan untuk merelaksasi aturan tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah," ujar Katri.
Freeport telah menggenggam rekomendasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dari Kementerian ESDM hingga Juni 2023.
Keputusan itu merupakan timbal balik atas capaian pembangunan fasilitas pengolahan atau smelter tembaga baru milik Freeport yang mencapai 54,5% sampai akhir Januari 2023.
Torehan pembangunan smelter yang didirikan di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik tersebut lebih baik dari target yang ditetapkan sebesar 52,9%.
Direktur Utama Freeport Indonesia, Tony Wenas, permohonan ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton sudah diajukan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada Kementerian ESDM tahun ini.
"Atas dasar progres tersebut, kami telah mendapatkan rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM untuk jumlah sesuai dengan RKAB yaitu 2,3 juta ton, namun dengan jangka waktu sampai dengan Juni 2023," kata Tony saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Senin (27/3).
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pemerintah tak akan memberikan relaksasi berupa perpanjangan masa durasi pemberlakukan kuota ekspor 2,3 juta konsentrat tembaga untuk Freeport sampai akhir tahun.
Arifin mengatakan, fasilitas izin ekspor dipatok maksimal hingga Juni 2023, mengikuti regulasi larangan ekspor mineral mentah secara serempak sebagaimana diatur di dalam UU Minerba tahun 2020.
Hal tersebut sekaligus menanggapi pernyataan MIND ID yang menyampaikan bahwa Freeport masih belum siap untuk menyetop ekspor konsentrat tembaga pada pertengahan tahun ini untuk mendukung program hilirisasi pemerintah lantaran pembangunan smelter Gresik molor imbas Pandemi Covid-19.
"Sebetulnya gak perlu relaksasi, itu akan kami selesaikan dalam prosesnya,” kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (31/3).