Cukai Rokok Naik, Laba HMSP Anjlok 17% Jadi Rp 7,13 T di 2021
Emiten produsen rokok, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) mencatatkan laba bersih tahun 2021 sebesar Rp 7,13 triliun atau turun 16,83% dari perolehan laba bersih tahun sebelumnya sebesar Rp 8,58 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, penurunan laba tersebut karena beban pokok penjualan meningkat sebesar 11,275 menjadi Rp 81,95 triliun dari sebelumnya Rp 73,6 triliun. Peningkatan beban pokok ini utamanya dipicu oleh kenaikan pita cukai sebesar 14,6% dari sebelumnya Rp 56,72 triliun menjadi Rp 65 triliun.
Selain itu, penjualan sigaret kretek tangan (SKT) perseroan juga naik sebesar 6,64% dari sebelumnya Rp 21,4 triliun, menjadi Rp 22,8 triliun. Lalu, perseroan juga mencatatkan pertumbuhan penjualan sigaret putih mesin (SPM) sebesar 5,61% menjadi Rp 9,42 triliun, dari sebelumnya Rp 8,9 triliun. Begitu pun penjualan sigaret putih tangan (SPT) yang meningkat 3.114,5% dari Rp 16,9 triliun, menjadi Rp 544,8 triliun.
Namun, perseroan mencatatkan penurunan pada penjualan ekspor sebesar 29,53% dari sebelumnya Rp 218,5 miliar, menjadi Rp 154 miliar di 2021.
Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya mengatakan, pertumbuhan pendapatan didukung oleh pertumbuhan volume penjualan dan kenaikan average selling price (ASP) di kuartal IV 2021. Pada periode tersebut, pendapatan HMSP sebesar Rp 26,3 triliun atau tumbuh 6,9% secara tahunan dan 5,9% secara kuartalan (quarter on quarter).
HMSP mencatatkan penjualan sebanyak 22 miliar batang di kuartal IV 2021 atau tumbuh 4% secara tahunan. Sehingga secara kumulatif, volume penjualan HMSP tahun 2021 sebesar 82,8 miliar batang atau tumbuh 4,19% year on year.
Christine menyebut, pertumbuhan volume penjualan HMSP di kuartal IV 2021 tercatat lebih rendah dari pertumbuhan di kuartal III 2021, meskipun PPKM telah dilonggarkan. Hal ini disebabkan oleh basis yang lebih tinggi di kuartal IV 2020.
"Selain itu, menurut kami, pertumbuhan HMSP yang lebih rendah juga disebabkan oleh banyaknya perokok yang beralih ke merek lain yang lebih murah," kata Christine dalam risetnya, dikutip Senin (28/3).