Merunut Sejarah dan Alasan Telkom Berinvestasi di Saham GoTo
Penurunan harga saham perusahaan teknologi, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sejak melantai di pasar saham masih menjadi perhatian pelaku pasar. Terbaru, salah satu investornya, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), melalui Telkomsel, mencatatkan kerugian yang belum direalisasi atas investasi di saham GoTo pada kuartal pertama tahun ini senilai Rp 881 miliar.
Lantas, bagaimana sebenarnya awal mula Grup Telkom berinvestasi di GoTo?
Investasi Grup Telkom ke GoTo, nyatanya punya sejarah cukup panjang. Inisiatif itu sudah dimulai sejak 2018 lalu. Ketika itu, manajemen Telkom hendak masuk menyuntikkan dana senilai Rp 4 triliun ke Gojek, saat Rini Soemarno masih menjabat sebagai Menteri BUMN. Namun, pada saat itu, rencana investasi itu belum direalisasikan.
Hal ini turut dibenarkan oleh Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah saat wawancara khusus dengan Katadata.co.id, di Menara Telkom Landmark Tower Jakarta, Selasa (17/5).
Namun, seiring berjalannya waktu, sejumlah investor besar teknologi turut menjadi investor Gojek seperti Google, Facebook, Paypal dan Tencent. Terlebih lagi, Gojek menggabungkan usahanya dengan Tokopedia di mana SoftBank juga berinvestasi di situ. Tidak ketinggalan, konglomerasi besar Tanah Air seperti Grup Astra dan Grup Djarum juga menanamkan modalnya di perusahaan ride-hailing yang didirikan Nadiem Makarim ini.
"Karena ini substansinya kita yakini bagus, kita ubah bukan lagi Telkom, tapi Telkomsel karena memang sinergi value real-nya dengan Telkomsel, bukan Telkom. Akan lebih mulus dan motivated dengan Telkomsel," katanya.
Catatan Katadata, Telkomsel masuk ke Gojek secara bertahap sejak 2020. Tahap pertama, anak usaha Telkom ini menanamkan investasi US$ 150 juta. Tahap kedua pada 2021 penyertaan Telkomsel di Gojek bertambah hingga total menjadi US$ 450 juta. Ketika Telkomsel masuk, saat itu, nilai valuasi Gojek diperkirakan sudah di atas US$ 10 miliar.
Oleh sebab itu, dia menegaskan, masuknya Grup Telkom untuk menyuntik dana di Gojek tidak datang secara tiba-tiba, tapi bersamaan dengan masuknya sejumlah investor raksasa yang turut berpartisipasi dalam seri pendanaan Gojek.
"Telkomsel masuk Gojek, gak sendirian, karena setelahnya ada investor besar yang masuk [seperti], Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) dan Temasek saat itu," tuturnya.
Ririek menegaskan, kebijakan Grup Telkom berinvestasi di GoTo, tidak hanya mempertimbangkan aspek capital gain atau loss, tetapi juga mempertimbangkan aspek yang lebih luas lagi, seperti sinergi dalam upaya membangun ekosistem digital nasional yang lebih besar, yang salah satunya melalui investasi di GoTo.
"Di GoTo itu kita tidak hanya invest, tapi ada beberapa potensi sinergi," kata Ririek.
Ririek menuturkan, dari salah satu contoh sinergi tersebut, Grup Telkom memperoleh pendapatan senilai Rp 473 miliar pada tahun 2021 dari pendapatan pelanggan baru mitra pengemudi Gojek melalui pembelian paket data Telkomsel untuk mitra.
Sebelum adanya sinergi, dari sebanyak 2,5 juta mitra pengemudi, setidaknya terdapat 40% yang belum menggunakan provider Telkomsel. Bahkan, Ririek meyakini potensi sinergi Grup Telkom dengan berinvestasi di GoTo nilainya lebih besar dari jumlah investasi perusahaan.
"Potensi sinergi value dengan GoTo justru lebih besar dari nilai yang sudah diinvestasikan Telkom Grup," tandasnya.
Selain itu, investasi Telkomsel di Gojek setelah merger dengan Tokopedia hingga menjadi GoTo, bertujuan untuk menjadi solusi digital yang lengkap dengan nilai sinergi value yang cukup tinggi.
Telkomsel memberikan solusi kepada pengemudi dan merchant Gojek untuk meningkatkan engagement melalui penggunaan layanan digital connectivity dan platform advertising Telkomsel, sehingga dengan adanya program sinergi ini, diharapkan akan tercipta nilai tambah (value creation) yang berkelanjutan bagi perusahaan.