Pendapatan Naik, Garuda Balik Kerugian Jadi Untung Rp 58 Triliun di Q3
Emiten maskapai penerbngan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), membukukan keuntungan senilai US$ 3,70 miliar atau setara Rp 58,02 triliun pada periode sembilan bulan pertama tahun ini dengan asumsi kurs rata-rata Rp 15.641 per US$.
Kinerja itu berkebalikan dari rugi senilai US$ 1,66 miliar atau sekitar Rp 25,96 triliun pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sampai dengan September 2022, perusahaan tercatat membkukan kenaikan pendapatan usaha senilai US$ 1,50 miliar, meningkat 60,34% dari periode sebelumnya US$ 939,02 juta.
Secara rinci pendapatan dari penerbangan berjadwal Garuda naik menjadi US$ 1,15 miliar dari sebelumnya US$ 732,82 juta. Sedangkan, penerbangan yang tidak berjadwal juga naik dari sebelumnya US$ 59,87 juta menjadi US$ 162,79 juta.
Adapun, pos pendapatan lainnya tercatat naik menjadi US$ 185 juta dari sebelumnya US$ 146,29 juta.
Salah satu pos yang memberi pendapatan cukup signifikan adalah pendapatan dari restrukturisasi utang senilai US$ 2,85 miliar. Kemudian, keuntungan dari restrukturisasi pembayaran juga meningkat dari sebelumnya hanya US$ 5,92 juta menjadi sebesar US$ 1,33 miliar pada periode September 2022.
Hal ini juga turut diimbangi dengan penurunan beban usaha menjadi US$ 1,85 miilar pada kuartal ketiga tahun ini dibanding tahun sebelumnya US$ 1,98 miliar. Pos beban operasional penerbangan dan beban pemeliharaan dan pebaikan mengalami penurunan.
Sampai dengan 30 September, maskapai bersandi GIAA di BEI ini membukukan aset senilai US$ 5,88 miliar dari posisi Desember 2021 yang tercatat senilai US$ 7,19 miliar.
Aset ini terdiri dari liabilitas yang mulai berkurang menjadi US$ 8,29 miliar dari posisi akhir 2021 senilai US$ 13,30 miliar. Sedangkan, ekuitas perusahaan tercatat minus US$ 2,41 miliar, lebih baik dari akhir tahun lalu yang minus sebesar US$ 6,11 miliar.
Dalam perkembangannya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan akan mempertimbangkan mencabut suspensi saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Saham Garuda disuspensi otoritas bursa sejak 18 Juni 2021 sampai sekarang. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan bursa melakukan suspensi saham GIAA karena perseroan gagal melakukan pembayaran kupon sukuk global pada Juni 2021.
"Berdasarkan perjanjian perdamaian, perseroan akan menerbitkan sukuk baru dengan skema yang baru setelah adanya putusan pengesahan perjanjian perdamaian berkekuatan hukum tetap," kata Nyoman, Jumat (28/10) kepada media.
Dia mengatakan, apabila perseroan telah menerbitkan sukuk dengan skema baru tersebut dan telah memenuhi seluruh kewajiban, maka bursa dapat mempertimbangkan pembukaan suspensi saham perseroan.