BPK Minta Hutama Karya Rampungkan Penugasan Tanpa Tunggu PMN Cair
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyinggung sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah menerima tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) namun belum merampungkan pekerjaannya.
Hal ini seiring dengan laporan BPK yang disampaikan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke-27 pada Selasa (20/6).
"Pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN pada 2015 dan 2016 di 13 BUMN hingga semester 1 2022 sebesar Rp 10,4 triliun belum dapat diselesaikan dari hasil pemeriksaan," katanya, dikutip Rabu (21/6).
Melansir data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK, BUMN selama tahun 2020-2022 antara lain menangani tambahan PMN secara tunai kepada 15 BUMN sebesar Rp 131,32 trilliun dan Rp 20,68 triliun dari Dana Cadangan Investasi 2022. Pemeriksaan BPK meliputi pengelolaan PMN di BUMN tahun 2020-semester I tahun 2022, termasuk atas dana PMN tahun sebelumnya yang belum terserap 100%.
BPK mengatakan, proses pencairan tambahan PMN atas penugasan jangka panjang yang diterima oleh PT Hutama Karya (HK) dalam pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) lambat.
"BUMN yang mendapat penugasan jangka panjang dan untuk hajat hidup orang banyak, proyek pekerjaan harus segera dikerjakan tanpa menunggu PMN cair," seperti mengutip hasil resmi pemeriksaan BPK, Rabu (21/6).
BPK mencatat selama tahun 2019-2021, PT HK melakukan bridging pinjaman jangka pendek yang akan dipenuhi setelah PMN cair sebesar Rp 4,25 triliun dengan bunga pinjaman sebesar Rp 101,00 miliar.
Alhasil, permasalahan ini mengakibatkan PT HK menanggung tambahan beban keuangan perusahaan dari tahun 2019-2021 berupa bunga pinjaman jangka pendek sebesar Rp 101,00 miliar dalam rangka memenuhi pendanaan pengusahaan JTTS.
BPK merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menginstruksikan Wakil Menteri BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kemenkumham, serta Sekretariat Negara, untuk bersama-sama membuat jadwal dan rencana pelaksanaan dan percepatan proses pencairan dana PMN, sehingga proses pencairan dana PMN dapat dilaksanakan setelah UU APBN disahkan.
Selain itu, BPK menyampaikan proyek penugasan JTTS kepada PT HK serta penugasan pemerintah berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak didukung dengan prioritas alokasi PMN. Di mana tidak terdapat pencairan PMN di tahun 2017 dan 2018.
"Dengan demikian, PT HK harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp 13,16 triliun dengan beban bunga sebesar Rp2,86 triliun," tulis BPK. Selain itu, PT PLN harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp 10 triliun dengan beban bunga sebesar Rp 529,00 miliar.
Akibatnya, PT HK dan PT PLN menanggung tambahan beban keuangan perusahaan tahun 2017- 2021 masing-masing sebesar Rp 2,86 triliun dan Rp 529,00 miliar.
BPK juga merekomendasikan Menteri BUMN untuk menyusun langkah-langkah mitigasi risiko atas kekurangan pendanaan di BUMN pada penugasan jangka panjang dan berkoordinasi dengan pihak terkait, di antaranya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempertimbangkan penyediaan fasilitas pendanaan dari perbankan yang tidak memberatkan BUMN yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah.
Adapun, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan PMN di BUMN tahun 2020-semester I 2022 pada Kementerian BUMN telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan.
Nilai tersebut terdiri dari total nilai aset yang belum produktif karena belum selesai dikerjakan sebesar Rp 10,07 triliun dan belanja operasional yang belum dimanfaatkan sebesar Rp 424,11 miliar.
"Akibatnya, aset sebesar Rp 10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp 424,11 miliar tidak tercapai," katanya. Selain itu, ada potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi.