Masih banyak persoalan mendasar yang perlu diselesaikan ketimbang sekadar berwacana dengan berbagai istilah seperti swasembada, transisi, atau ketahanan energi.
Sejumlah negara di Eropa telah menyatakan kesiapan untuk berinvestasi energi terbarukan yakni listrik tenaga surya atau solar cell di Provinsi Kalimantan Timur.
IESR memandang bahwa percepatan transisi energi melalui pengembangan energi terbarukan dapat mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan Prabowo.
Trend Asia menyebut kenaikan permintaan terhadap pasokan pelet kayu untuk biomassa akan mendorong terjadinya deforestasi besar-besaran di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Brasil.
Kesepakatan ini akan mengamankan pasokan listrik bersih tenaga surya dan sistem penyimpanan energi baterai untuk Singapura, sekaligus membantu Indonesia mengalihkan ekspor energinya.
Koalisi Transisi Energi Berkeadilan mengusulkan agar Revisi Kebijakan Energi Nasional bisa meningkatkan bauran energi terbarukan hingga 60% pada 2030 dan 100% pada 2050.
Kementerian ESDM menjelaskan bahwa revisi target bauran EBT pada 2025 menjadi 17-19% dari sebelumnya 23% dikarenakan pertumbuhan kapasitas energi bersih yang hanya 1-2% per tahun.
Kementerian ESDM melaporkan penambahan kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) hingga Juni 2024 mencapai 217,73 megawatt (MW). PLTA terbesar dengan 127,56 MW.
Menteri ESDM Arifin Tasrif memperkirakan bauran EBT pada 2025 hanya 13-14% atau jauh di bawah target 23%. Hal ini lantaran masih minimnya investasi di sektor EBT.