Button AI Summarize

Lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor’s (S&P), menyoroti persoalan kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang tengah membelit perbankan di Indonesia. Alhasil, S&P sulit menaikkan peringkat utang Indonesia ke level layak investasi atau investment grade.

Analis S&P untuk Indonesia, Kyran Curry mengatakan, meski lembaganya optimistis dengan perkembangan ekonomi Indonesia, masih ada kekhawatiran soal ketahanan korporasi dan perbankan. “Sangat sulit bagi saya merekomendasikan kepada komite pemeringkat untuk memberikan peringkat lebih tinggi bagi negara seperti Indonesia, ketika masih terdapat tekanan seperti saat ini,” katanya seperti Bloomberg, Rabu (26/10).

Advertisement

Curry menjelaskan, secara bisnis perbankan di Indonesia masih cukup menguntungkan. Ditambah lagi, pembiayaan kredit juga tidak bergantung pada simpanan dari luar. Selain itu, permodalan cukup kuat dan likuiditas masih baik. Tapi, rasio kredit bermasalah meningkat karena tekanan keuangan yang dialami korporasi.

(Baca juga: Ketika Bank-bank Diterjang Lonjakan Kredit Bermasalah)

Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL gross perbankan naik dari 3,18 persen pada Juli menjadi 3,22 persen pada Agustus lalu. “Jadi, tidak semua ceritanya positif,” kata Curry. Terdapat beberapa risiko yang turun namun bila dikombinasikan dengan keadaan ekonomi yang belum pasti ke depan, “Maka risikonya cukup material (besar),” katanya.

Hingga September lalu, tekanan kredit bermasalah masih dialami perbankan Tanah Air. Tak ayal, sejumlah bank harus merelakan labanya susut untuk menambah cadangan kerugian kredit (provisi). Laba Bank Mandiri misalnya, anjlok 17,6 persen menjadi hanya Rp 12 triliun pada kuartal III-2016.

Grafik: 10 Bank Umum dengan Kredit Bermasalah (NPL) Gross Terbesar per Juni 2016

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui, penurunan laba ini lantaran bank menambah pencadangan biaya untuk mengantisipasi kredit bermasalah. Total pencadangan Bank Mandiri mencapai Rp 15,9 triliun. Bila dihitung sebelum pencadangan, laba bank tersebut mencapai Rp 31,9 triliun.

Menurut Kartika, Bank Mandiri memang tengah berfokus membenahi rasio NPL. Pada kuartal tiga lalu, rasio NPL gross bank tersebut telah turun ke level 3,81 persen dari 3,86 persen pada kuartal sebelumnya. (Baca juga: Laba Bank BUMN Terpukul Kredit Bermasalah)

Hal serupa menimpa Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pertumbuhan laba bank tersebut nyaris stagnan. Laba cuma tumbuh 1,8 persen menjadi Rp 18,6 triliun pada kuartal III lalu. Meski begitu, pencadangan kerugian untuk mengantisipasi kredit bermasalah mencapai 166,6 persen. (Baca juga: OJK Siapkan Antisipasi Perluasan Kredit Bermasalah)

Pencadangan bertambah meski NPL BRI tercatat cukup rendah. NPL nett berada di level  0,6 persen dan NPL gross sebesar 2,2 persen. Di sisi lain, permodalan juga masih cukup kuat. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) mencapai 21,9 persen pada kuartal tiga lalu.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement