Grup Lippo terus menggarap megaproyek Meikarta. Selain gencar memasarkan proyek kota baru di Cikarang, Jawa Barat itu kepada masyarakat, pembangunan fisik proyek tersebut juga tengah berjalan. Padahal, proyek senilai Rp 278 triliun itu masih terbelit masalah perizinan.

Saat Katadata mendatangi lokasi proyek itu, medio September lalu, terlihat puluhan truk besar membawa gundukan tanah berlalu-lalang di sepanjang jalur Desa Cibatu, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.

Advertisement

Suara alat bor terdengar nyaring dari jarak 100 meter. Beberapa mesin berbendera "Borland" dan "Caisson Dimensi" itu sedang digunakan untuk memasang tiang pancang.

"Pengerjaannya dari pagi sampai malam tak berhenti," kata Sumeri, warga yang tinggal di dekat lokasi proyek.Bersama 20 kepala keluarga, pria berusia 56 tahun ini memilih bertahan tinggal di sekitar lokasi proyek dan menampik tawaran pembelian lahan dari PT Lippo Cikarang Tbk.

Selama puluhan tahun mereka menggarap lahan tidur untuk bertani dan menanam palawija. Namun, sejak Bulan Ramadan lalu, Lippo membangun tembok pembatas setinggi dua meter untuk memisahkan pemukiman penduduk dengan lokasi proyek.

Tak hanya aktivitas pembangunan fisik di lapangan, sejak Mei lalu Lippo aktif memasarkan Meikarta, baik lewat penawaran langsung oleh ribuan agen pemasaran maupun iklan massif di berbagai media massa dan papan reklame.

Grup Lippo berambisi membangun kota baru dengan mendirikan 100 gedung untuk apartemen dan perkantoran. Pembangunan menara apartemen ditargetkan selesai akhir tahun depan dan siap huni pada 2019.

Di balik gegap gempita penawaran dan iklan Meikarta, masih terdapat berbagai persoalan yang mengganjal proyek tersebut. Katadata dan Hukumonline berkolaborasi menganalisis rangkaian proses dalam proyek calon kota baru ini.

Menyalahi aturan tata ruang
Puluhan tahun sebelum proyek Meikarta, Lippo Cikarang mengantongi izin pencadangan tanah untuk kegiatan industri. Izin itu beralaskan Surat Bupati Bekasi Nomor: 593/2684/Bappeda pada 10 Agustus 1994 tentang permohonan konfirmasi pencadangan tanah.

Selanjutnya lewat Surat Gubernur Jawa Barat Nomor: 593.82/SK.576-PEM.UM/94 pada 29 Maret 1994, Lippo mendapat persetujuan lokasi, penggunaan dan izin pembebasan tanah seluas 3.250 hektare (ha).

Belakangan, Pemerintah Kabupaten Bekasi mengubah rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Pemkab Bekasi terakhir kali memperbarui RTRW untuk periode 2011-2031 yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 12 Tahun 2011.

Dalam RTRW terbaru itu, Pemkab Bekasi membagi menjadi empat wilayah pengembangan (WP), yakni kawasan Bekasi bagian tengah (WP I), Bekasi bagian selatan (WP II), Bekasi bagian timur (WP III), dan Bekasi bagian Utara (WP IV). Tak ada penyebutan kawasan Lippo Cikarang dalam RTRW tersebut.

Setelah enam tahun menyelesaikan RTRW, Pemkab Bekasi menyelesaikan pembahasan zonasi kawasan dalam rancangan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Rancangan RDTR ini mulai dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi pada April 2017.

Hanya dalam kurun satu bulan, Panitia Khusus DPRD merampungkan RDTR itu. Lewat sidang paripurna pada 10 Mei 2017, DPRD menyetujui sebagai rancangan peraturan daerah RDTR.

“Kami tak perlu membahas terlalu lama karena teknis perencanaan tata ruang telah disusun pemerintah,” kata anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Yudi Darmansyah.

Berbeda dengan RTRW, rancangan RDTR mengatur wilayah lebih detail. Berdasarkan dokumen rancangan RDTR yang dimiliki Katadata, Lippo Cikarang sudah masuk di wilayah pengembangan I di wilayah Cikarang Selatan. Lahan Lippo Cikarang itu berada di tiga desa: Desa Cibatu, Desa Sukaresmi, dan Desa Serang.

dokumen RDTRDokumen RDTR Kabupaten Bekasi untuk Wilayah Pengembangan I Cikarang Selatan, Bekasi yang memuat Kawasan Lippo Cikarang dan bakal digunakan megaproyek Meikarta. (Pemkab Bekasi, Katadata) 

Dua hari setelah rapat paripurna mengesahkan rancangan RDTR, Lippo Cikarang mendapat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 ha dari pengajuan awalnya 140 ha. Izin itu untuk pembangunan komersial area apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran yang terletak di Desa Cibatu, Cikarang Selatan.

Dalam dokumen IPPT yang salinannya diperoleh Katadata disebutkan, Lippo Cikarang telah menguasai lahan yang dibuktikan dalam sertifikat Hak Guna Bangunan. "Berdasarkan pertimbangan penguasaan lahan, Lippo Cikarang memenuhi syarat untuk diberikan IPPT," bunyi putusan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.

Menurut Vice President Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement (EAROPH) Bernardus Djonoputro, IPPT seharusnya tak dikeluarkan sebelum RDTR selesai dibahas dan disetujui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini mengacu kepada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat.

IPPT Meikarta
IPPT Meikarta (Katadata)
 

Pasal 10 huruf f UU itu menyatakan perizinan pembangunan pada bidang-bidang yang bersifat strategis berskala metropolitan, lintas daerah serta lintas pemerintahan dan/atau berimplikasi skala metroplitan menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur. Jadi, “IIPT seharusnya menunggu selesainya rekomendasi dari Pemprov Jawa Barat,” kata Bernardus.

Pejabat pemerintah pun seharusnya mematuhi aturan tata ruang yang berlaku. Berdasarkan Pasal 37 ayat 7 pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pejabat pemerintah yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang, terancam,pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp 500 juta. Selain sanksi pidana, pelaku dapat diberhentikan secara tidak hormat.

Belum memiliki Amdal dan IMB

Setelah mengantongi IPPT dari Bupati Bekasi, Lippo Cikarang mengurus permohonan permintaan izin lingkungan dan analisa dampak lingkungan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. Izin lingkungan dan Amdal ini merupakan syarat pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Project Development Lippo Cikarang Edi Triyanto mengatakan, pihaknya telah mengajukan izin lingkungan sejak Mei 2017. Bahkan, Lippo telah membayar IMB ke Pemkab Bekasi pada 9 Juni 2017. Jumlahnya mencapai puluhan miliar.

"Dari Mei kami ajukan sebenarnya sudah hampir selesai Amdal itu, pada 9 Juni kami sudah bayar IMB yang berjalan paralel. Amdal Lalu-lintas juga sudah berjalan waktu itu. Hanya saja di situ terpotong karena kabupaten menerima surat dari provinsi untuk menghentikan Amdal dulu," kata Edi.

Berbekal kewenangan mengatur RDTR Kabupaten Bekasi, Pemprov Jabar memperingatkan Pemkab Bekasi agar tak melanjutkan proses pemberian izin lingkungan dan Amdal yang diajukan oleh Lippo Cikarang. Izin lingkungan dan Amdal ini merupakan syarat pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Proses penilaian dokumen lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan (Kota Baru Meikarta), dapat dilakukan setelah ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat," bunyi surat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Jawa Barat Anang Sudarna ber tanggal 15 Agustus 2017.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Daryanto pun menyatakan proses izin Amdal Meikarta yang diajukan Lippo sedang dihentikan. “Kami menunggu rekomendasi Pemprov Jabar,” kata Daryanto kepada Katadata.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu, Asep Wijaya, Amrie Hakim (Hukumonline)
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement