Perusahaan digital dan e-commerce tak henti berekspansi menghadirkan fitur dan bisnis baru. Yang paling anyar, para raksasa industri digital Indonesia mulai berlomba-lomba menggarap dan menghadirkan layanan film atau video on demand (VoD) di lapaknya masing-masing.
Jika tak ada aral melintang, Go-Jek Indonesia akan merilis layanan terbarunya, Go-Play, pada Januari tahun depan. Lewat Go-Play, para pengguna Go-Jek bisa menonton film atau video streaming di aplikasi ponselnya. Perusahaan penyedia layanan video on demand tersebut bakal bersaing dengan penyedia VoD asal Singapura, HOOQ dan asal Malaysia yang sudah masuk ke Indonesia.
Managing Partner Ideosource Andi Boediman optimistis, Go-Play bakal menguasai pasar VoD di Indonesia karena pasar Go-Jek sudah besar. “Basis user (pengguna) Go-Jek sudah besar, 20 juta,” kata dia kepada Katadata. pertengahan September lalu. Penetrasi internet di Indonesia pada tahun lalu telah mencapai 143,3 juta pengguna menjadi lahan potensial untuk bisnis VoD.
Demi bersaing dan menguasai pasar VoD, Go-Jek sudah mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari. Alasannya, untuk merealisasikan rencana ini butuh dana yang besar dan dukungan akses kontennya. Pada awal 2017, Go-Jek sudah merilis Go-Studio untuk memasok konten-konten di Go-Play.
Andi melihat potensi bisnis ini besar karena rata-rata pertumbuhan jumlah penontonnya melebihi bioskop. Bila pertumbuhan penonton bioskop mencapai 17% per tahun, bisnis over the top (OTT) seperti VoD pertumbuhannya bisa mencapai 19% untuk lima tahun ke depan. “Itu pattern dari pertumbuhan normal,” kata Andi.
(Baca: Tumbuh 20%, Penonton Bioskop Diproyeksi Capai 60 Juta pada 2019)
VoD adalah sistem televisi interaktif yang memfasilitasi khalayak untuk mengontrol atau memilih sendiri pilihan program video dan klip yang ingin ditonton. Fungsi VoD seperti layaknya video rental, dengan pelanggan dapat memilih program atau tontonan ketika yang ingin ditayangkan.
Pilihan program dapat berupa sederet judul film, serial TV, acara realitas, video streaming, dan program lainnya. Tidak hanya menonton, pengguna pun dapat menyimpan serta mengunduh program semau mereka.
Saat ini, Go-Studio sudah mendanai empat film yakni Kulari Ke Pantai, Buffalo Boys, Keluarga Cemara, serta Aruna dan Lidahnya. Film-film ini juga turut didanai oleh Ideosource, modal ventura yang sudah mendanai 27 perusahaan perintis (startup) senilai US$ 15 juta, sejak 2014.
“Go-Studio memberikan lebih banyak kesempatan bagi para pelaku industri film, pembuat konten lokal dan komunitas kreatif Indonesia supaya karyanya dinikmati oleh masyarakat Indonesia dan mancanegara,” kata Vice President Corporate Communication Go-Jek Michael Reza.
E-commerce seperti Bukalapak juga merambah bisnis ini. Bukalapak merilis fitur streaming film, BukaNonton, yang sudah bisa diakses lewat aplikasi sejak Juni lalu. Peluncuran produk baru ini berbarengan dengan momen mudik, sehingga Bukalapak juga menyediakan Wireless Fidelity (WiFi) di beberapa kereta api.
Senior Brand Activation Manager Bukalapak Oci Ambrosia mengatakan BukaNonton merupakan salah satu inovasi untuk mendukung perfilman Indonesia. “Tentunya, inovasi kami tidak akan berhenti disini. Kami akan terus berupaya untuk mempermudah para pecinta film dan komunitasnya melalui pemanfaatan teknologi,” kata dia.
(Baca: Bukalapak Rilis Fitur Nonton Film Gratis dan Tanpa Kuota)
Fitur BukaNonton menyediakan 20 ragam film pilihan dari berbagai genre seperti Dilan 1990, Warkop DKI Reborn, dan lain sebagainya. Selain konten film dan games, BukaTalks dan BukaMusik juga tersedia di BukaNonton. Sayangnya, Bukalapak masih enggan berkomentar lebih jauh terkait perkembangan dari fitur BukaNonton tersebut.
Perusahaan dalam negeri lainnya yang merambah bisnis video streaming adalah PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). Anak usaha perusahaan pelat merah PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) ini meluncurkan aplikasi video digital MAXstream pada Juni lalu. Aplikasi ini menawarkan layanan dalam tiga kategori yaitu saluran gratis (free channels), basic channels, dan premium channels.
Saluran gratis yang bisa diakses tanpa biaya oleh masyarakat umum adalah Kompas TV, Metro TV, TV one, dan JAKTV. Lalu layanan basic channel hanya dapat dinikmati oleh pelanggan Telkomsel tanpa biaya tambahan. Layanan ini menyediakan saluran internasional seperti TLC, EuroSport, Animal Planet, Discovery Asia,dan Discovery Channel.
Kemudian lewat saluran premium, Telkomsel menyediakan paket data bulanan. Pada awalnya, hanya saluran seperti Warner TV, OH!K, dan Nick Jr yang tersedia. Nantinya, pilihan salurannya terus ditambah. General Manager Corporate Postpaid and Broadband Marketing Communications Telkomsel Himawan Prasetyo menyampaikan, aplikasi MAXstream telah diunduh 4,7 juta.
Sementara itu, PT Elang Mahkota Teknologi atau Emtek Group lewat anak usahanya PT Kreatif Media Karya lebih dulu merilis layanan VoD bernama Vidio pada Oktober 2014. Vidio menayangkan saluran televisi (TV) milik Emtek seperti SCTV dan Indosiar hingga konten berita dari Bintang, Bola, dan Liputan6.
(Baca juga: Merugi tapi Valuasinya Naik, Fenomena Bisnis Digital Indonesia)
Untuk memperluas jumlah pengguna, Vidio dan MAXstream pun sama-sama menayangkan siaran langsung pertandingan Asian Games 2018 pada 18 Agustus-2 September lalu. "Kami targetkan 10 juta unduhan (MAXstream) pada Desember 2018," kata Himawan.
Tak mau kalah, PT MNC Investama Tbk atau MNC Group meluncurkan MeTube pada Mei 2015. Layanan ini menyediakan saluran TV milik MNC Group, termasuk in house production berupa exclusive series. Layanan video meTube ini secara resmi terbuka bagi masyarakat umum pada 29 Januari 2016.
Selain itu, muncul lagi layanan VoD bernama Oona TV besutan anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Metranet dan PT NFC Indonesia. Aplikasi ini sudah diunduh satu juta kali, dua bulan sejak diluncurkan. “Kami target dua juta pengguna hingga akhir tahun,” ujar Chief Executive Officer (COO) Metranet Widi Nugroho.
Saat ini Oona TV memiliki 150 konten. Yang menarik, Oona TV mengembangkan program poin bernama TCoint. Pengguna yang menonton iklan melalui Oona TV selama semenit akan mendapat beberapa Tcoint yang nantinya bisa ditukarkan dengan produk lain, seperti pulsa, ataupun produk-produk perusahaan yang bermitra dengan NFC Indonesia.
Guna memonetisasi layanan televisi gratis ini, perusahaan mengintegrasikannya dengan big data. Penonton Oona TV akan dilihat demografinya, mulai dari jenis kelamin, umur, hobi, hingga media sosialnya. Hal itu memungkinkan karena layanan dilengkapi fitur percakapan yang akan memandu pengguna pertama untuk mencantumkan akun media sosialnya. Data yang diperoleh bakal dimonetisasi untuk menggaet pengiklan.
Secara umum, layanan VoD ini memang sudah lama hadir di Tanah Air. Selain keenam aplikasi itu, layanan VoD yang lebih dulu hadir di antaranya Mivo yang menyajikan saluran TV baik dari dalam maupun luar negeri sejak 2009, serta Kompi TV yang menyiarkan siaran langsung pertandingan olahraga dan saluran TV Indonesia.
Ada pula Firstmedia Go yang merupakan layanan TV streaming dari First Media. Kemudian, ada Usee TV milik Telkom. Layanan ini menyajikan live streaming agenda yang diadakan oleh Telkom, siaran radio dan TV di Indonesia, hingga film. Lalu, ada juga indostreaming; dan super soccer TV.
Layanan VoD semakin berkembang mulai 2016, seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air. Berdasarkan data Statista, pendapatan dari iklan berbasis video di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp 4,3 triliun pada tahun ini. Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) iklan berbasis video pun diproyeksi 25,9% per tahun.
Lebih lanjut, Statista memperkirakan rata-rata pendapatan dari segmen periklanan video mencapai US$ 2,74 per pengguna. Apalagi, konsumsi iklan berbasis video di Indonesia meningkat lebih dari 300% pada 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode yang sama, pertumbuhan belanja iklan video juga meningkat hingga lebih dari 700%.
Maka tak heran bila HOOQ dan Iflix masuk ke Indonesia. HOOQ kini menjangkau lebih dari 20 juta orang pengguna terdaftar di Indonesia. Sementara Iflix memiliki lebih dari 15 juta pengguna. Meski dari asing, kedua perusahaan ini menyediakan konten lokal lantaran lebih diminati masyarakat Indonesia.
Meski potensinya besar, Deputi Bidang Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fajar Hutomo berpendapat, layanan streaming VoD tidak bersaing dengan bioskop. "Pasarnya berbeda. Layanan VoD itu untuk menonton kedua kali atau kalau tidak sempat. Bioskop akan tetap diminati," ujarnya.
(Baca juga: Tumbuh Dua Digit, Bekraf Fokus Kembangkan Potensi Industri Film)
Senada dengannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Linda Gozali juga berpendapat VoD menjadi alternatif distribusi film Indonesia, sehingga segmentasinya berbeda dengan bioskop. “Sebetulnya orang mau mendapatkan hiburan. Kehadiran VoD ini membuka jalur untuk masyarakat yang tidak terjangkau bioskop,” ujarnya.