Saham emiten properti Grup Lippo ambruk menyusul operasi penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap perizinan proyek Meikarta. Kasus ini jelas menambah tekanan sentimen negatif pada emiten properti Grup Lippo, yang fundamental kinerjanya sedang terkapar.

KPK menetapkan 9 orang tersangka dalam penangkapan yang berlangsung pada Minggu (14/10) tersebut. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengungkapkan, empat orang yang diduga sebagai pemberi adalah Billy Sindoro (Direktur Operasional Grup Lippo), Taryudi (Konsultan Grup Lippo), Fitra Djaja Purnama (Konsultan Lippo), dan Henry Jasmen (Pegawai Grup Lippo).

KPK juga menetapkan lima orang yang diduga sebagai penerima. Mereka adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Jamaludin (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kab. Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas Penanaman Modal), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PU). Mereka diduga menerima suap Rp 7 miliar dari total komitmen Rp 13 miliar.

Suap tersebut diberikan sebagai komitmen fee untuk perizinan Meikarta, megaproyek Grup Lippo yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. Pembangunan kota baru ini akan mencapai luas total 774 hektare. Problemnya, sejak awal, kontroversi perizinan sudah mengganjal pembangunan proyek senilai Rp 278 triliun ini.

Menurut Laode, pemberian suap tersebut untuk memuluskan keluarnya izin dalam 3 tahap. Fase pertama izin untuk lahan seluas 84,6 hektare. Fase kedua untuk 252 hektar. Sementara fase terakhir 101,5 hektare. Seperti lazimnya modus korupsi, suap diberikan melalui penggunaan kode, seperti “melvin”, “tina toon”, “windu", dan “penyanyi”, untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemda Bekasi.

(Baca: Bupati Bekasi Tersangka Penerima Suap Proyek Meikarta dari Bos Lippo)

Saham sejumlah perusahaan Grup Lippo yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung berguguran begitu berita penangkapan itu muncul, Senin (15/10). Saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), pengembang proyek Meikarta, merosot 240 poin (14,77%) ke Rp 1.385 setelah dibuka di level Rp 1.625. Sementara saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga anjlok 8 poin (2,68%) ke Rp 290.

Pada sesi pertama perdagangan Selasa (16/10, saham LPCK menempati posisi teratas di jajaran saham top loser dengan penurunan 10,47% menjadi Rp 1.240 per saham. Lippo Cikarang merupakan induk dari PT Mahkota Sentosa Utama, pengembang proyek Meikarta. Sementara Saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga anjlok 6,21% menjadi Rp 272 per saham.

Kasus ini jelas menambah tekanan sentimen negatif pada emiten properti Grup Lippo. Senin (8/10) lalu misalnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menjatuhkan sanksi terhadap dua emiten perusahaan Lippo tersebut beserta 11 emiten lainnya lantaran belum menyampaikan laporan keuangan teraudit tengah tahun 2018. LPCK dan LPKR mendapat peringatan tertulis I oleh BEI.

Meikarta - Luhut
Meikarta - Luhut ( ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
 

Sebelumnya, pada 19 September 2018 lalu, lembaga pemeringkat global Moody's Investors Service juga menurunkan rating Lippo Karawaci dari B2 menjadi B3. Ini adalah level terendah peringkat spekulasi tinggi (highly speculative grade) dengan profil risiko kredit yang tinggi. Pemangkasan rating ini menyusul peringatan Moody's sebelumnya yang mengkhawatirkan kinerja operasi dan likuiditas LPKR. Tidak heran, Moody's juga menyematkan outlook negatif untuk LPKR.

"Penurunan peringkat mencerminkan ekspektasi kami bahwa arus kas operasional Lippo Karawaci di tingkat perusahaan induk akan mengalami pelemahan lebih lanjut dalam 12-18 bulan ke depan, serta kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban utangnya akan bergantung pada kemampuannya mengeksekusi aset penjualan, " ujar Jacintha Poh, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody's dalam keterangan tertulisnya.

Pada 25 April 2018, Moody's lebih dulu menurunkan peringkat kredit Lippo Karawaci dari B1 menjadi B2 dengan prospek negatif. Lembaga pemeringkat internasional tersebut juga memangkas rating obligasi Theta Capital Pte Ltd, anak usaha sayap bisnis properti Grup Lippo ini, dari B1 menjadi B2, dengan prospek negatif.

(Baca: Bisnis Grup Lippo Terseret Masalah Keuangan Lini Properti)

Pada 11 April lalu, Moody's sudah memperingatkan, sedang mengkaji penurunan rating Lippo Karawaci setelah perusahaan terlambat melaporkan kinerja keuangan 2017 dan gagal memenuhi kewajiban pelaporan khusus dalam penerbitan pinjaman berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS). Likuiditas LPKR juga dinilai mengkhawatirkan.

Moody's melihat, arus kas operasional LPKR di tingkat perusahaan induk akan terus negatif dalam kurun 12-18 bulan ke depan. Perhitungan arus kas total konsolidasi ini tidak termasuk arus kas dari anak usaha PT Siloam International Hospitals (SILO) dan PT Lippo Cikarang (LPCK), namun melingkupi arus kas antarperusahaan seperti dividen dan hasil penjualan aset.

Lemahnya arus kas operasional LPKR ini disebabkan oleh marketing sales yang lemah. Selain itu, ada penurunan biaya asset management dari penjualan Bowsprit Capital Corporation sebagai bagian dari rencana penjualan aset untuk menambah likuiditas.

Pada 18 September lalu, LPKR mengumumkan penjualan sahamnya di Bowsprit ke OUE Limited dan OUE Lippo Healthcare Limited (OUELH). Bowsprit merupakan pengelola aset Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REIT) senilai Sing$ 202 juta atau setara sekitar Rp 2,18 triliun. Sejumlah gedung seperti Life Tower dan Berita Satu Plaza di Jakarta merupakan salah satu asetnya.

OUE mengambilalih 40% saham Bowsprit Capital Corporation Limited senilai Sing$ 99 juta. Sementara anak usaha OUELH, yakni OLH Healthcare Investments Pte Ltd juga mengakuisisi 10,6% kepemilikan First Reit dari Bridgewater International Limited. Bridgewater merupakan anak usaha yang dimiliki secara tak langsung oleh LPKR. Nilai transaksinya Sing$ 103 juta.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement