Usaha pemerintah mengeluarkan belasan paket kebijakan dan perbaikan sistem perizinan ternyata belum mampu membuat investor asing tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Realisasi investasi asing dan peringkat kemudahan investasi malah menunjukkan penurunan. Suara pemerintah terpecah dalam menyikapi faktor utama yang mempengaruhi hal ini.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal III-2018 hanya Rp 89,1 triliun. Nilai ini anjlok 20,2% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 111,7 triliun. Berbanding terbalik, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) justru melesat naik 30,5% menjadi Rp 84,7 triliun.
Di sisi lain, Bank Dunia menurunkan ranking kemudahan investasi atau ease of doing business (EoDB) Indonesia dari peringkat 73 menjadi 72 dari total 190 negara. Peringkat Indonesia ini berada di bawah Peru, Vietnam, Kirgistan, Ukraina, dan Yunani. (Baca: Tiga Indikator Penyebab Peringkat Kemudahan Usaha di Indonesia Turun)
Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan faktor eksternal dan internal mempengaruhi kinerja investasi yang kurang baik. Dia mengakui faktor internal dari sisi upaya pemerintah sendiri yang masih kurang. Pada dasarnya proporsi investasi asing di dunia memang tengah turun. Perlu fokus pemerintah untuk memperbaiki kepercayaan investor membenamkan dananya di Indonesia.
Realisasi investasi saat ini merupakan hasil dari upaya yang dilakukan pemerintah tahun lalu. Jika implementasi kebijakan pro-investasi tahun ini pun masih kurang dalam mendatangkan investasi, ada kemungkinan realisasi tahun depan tetap menurun. "Saya pribadi tetap menempatkan tanggung jawab pada internal. Menurut saya, eksekusi dan implementasi kebijakan pro-investasi, masih kurang," kata Thomas di kantornya, Jakarta, Selasa (30/10).
Thomas menganggap kebijakan investasi yang dikeluarkan pemerintah masih kurang "nendang", sehingga adanya perlambatan dalam investasi. Insentif libur pajak atau tax holiday dianggap kurang berhasil merangsang minat investor, karena hanya mencakup 3% dari subsektor ekonomi. Harapannya, penerapan tax holiday bisa lebih diperluas.
(Baca juga: Kemudahan Berusaha Turun, BKPM: Kami Kehilangan Fokus Setahun Terakhir)
Dia menyadari pemerintah kehilangan momentum dalam memperbaiki kemudahan usaha di Indonesia dalam setahun terakhir. Hal ini pun berdampak pada minat investor. Dalam tiga tahun terakhir, ranking EoDB diperoleh bukan lewat cara yang semestinya yaitu perbaikan fundamental pada sistem kerja pemerintahan. "Kita hampir seperti pakai cara-cara hacker dengan otak-atik prosedur," ujarnya dalam Konferensi Pers EoDB di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Kamis (1/11).
Dia pun menyinggung soal kebijakan pemangkasan prosedur administrasi dari tiga minggu menjadi tiga hari dan penurunan biaya administrasi dari Rp 3 juta menjadi Rp 300 ribu. Cara tersebut dinilai tidak akan membuat perbaikan signifikan dari perbaikan yang sudah ada sebelumnya.
Untuk mengejar target peringkat 40 besar yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), perbaikan harus dilakukan dari akar permasalahan. Thomas mengungkapkan akar permasalahan tersebut adalah keseluruhan sistem pemerintahan, termasuk pola kinerja, penilaian, dan prestasi yang menitikberatkan pada prosedur dan pemenuhan syarat, serta bukti kepatuhan peraturan. Perubahan fundamental pada sistem diperlukan tak hanya bagi pelaku birokrasi tetapi juga penegak hukum.
Sebenarnya, Presiden Jokowi telah mengamanatkan birokrasi harus berpindah fokus dari aturan ke hasil yang akan dicapai. Namun faktanya yang dikerjakan pemerintah saat ini masih tetap pada aturan. Proses perizinan usaha masih banyak memakan waktu untuk pengurusan administrasi dengan berbagai syarat dan berkas.
Tantangan lain perbaikan EoDB dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan pemerintah pusat masih serupa, yaitu terjebak pada pola kegiatan yang tidak produktif. Para pejabat terkadang masih melakukan praktik saling sandera dan peras. Sistem perizinan terintegrasi berbasis online atau Online Single Submission (OSS) menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat kemudahan berusaha. Namun, sistem yang baru dilucurkan pada Juni lalu ini baru akan bekerja penuh pada akhir Desember.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengakui penyebab rendahnya minat invesyasi asing adalah masalah perizinan. Namun, dia juga mengatakan momen politik juga menjadi salah satu faktor. Biasanya investor biasa menahan investasi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu). Mereka masih melihat dan menunggu (wait and see) kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintahan berikutnya.
"Investasi sebagian mungkin struktural, lebih pada masalah kemudahan izin. Sebagian lagi lebih karena menjelang Pemilu," kata Bambang di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (30/10). (Baca: Investasi Turun, Bappenas Sebut Ada Masalah Perizinan & Faktor Pemilu)
Meski begitu, Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terkesan enggan mengakui kegagalan pemerintah dalam mengupayakan peningkatan investasi. Darmin mengatakan menurunnya realisasi investasi bukan karena kurangnya kebijakan pro-aktif dari pemerintah. Namun, lebih disebabkan kondisi ekonomi dunia yang belum stabil. “Ekonomi dunia sedang gonjang-ganjing, siapa yang mau berfikir investasi kalau begini?” kata Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/10).
Hasil survei EoDB yang dilakukan Bank Dunia memiliki gap (perbedaan) dengan implementasi di lapangan. Darmin merasa Direktorat Bea dan Cukai tidak melakukan pungutan biaya, tapi hasil survei menunjukkan adanya pemungutan biaya pada perdagangan lintas batas.
Moeldoko merasa sudah banyak kebijakan pro-aktif dari pemerintah untuk menjaga investasi, salah satunya dengan sistem OSS. Upaya lain pun dilakukan dalam menjaga rasa aman para investor dengan membuat stabilitas di bidang politik dan keamanan. “Lalu efisiensi, agar tidak terjadi biaya ekonomi yang bengkak. Infrastruktur kami benahi, listrik kami berikan akses,” ujarnya.
Senada dengan Darmin, menurut Moeldoko realisasi investasi sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global. Banyak negara yang telah memberikan kemudahan untuk investasi. Efeknya, jika iklim investasi di negara lain lebih menjanjikan, investor akan datang ke sana. (Baca: Realisasi Investasi Turun, Ini Pembelaan Pemerintah)
Sementara Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan rendahnya minat asing menanamkan modalnya, lantaran kurangnya daya tarik investasi di dalam negeri. Dia menyinggung sikap pemerintah yang tak konsisten terhadap investasi asing. Di satu sisi pemerintah berupaya menarik minat investor asing melalui sejumlah insentif. Namun, di sisi lain, pemerintah mempersempit ruang gerak asing dengan pengubahan regulasi kepemilikan asing, seperti pada industri asuransi menjadi hanya 80%.
Indonesia perlu mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) untuk menguatkan perekonomian. FDI yang merupakan jenis investasi berjangka panjang bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. FDI perlu didorong, khususnya pada bisnis yang berorientasi ekspor, sehingga bisa turut membantu perbaikan defisit neraca transaksi berjalan alias neraca perdagangan barang dan jasa lintas negara.
Sejauh ini, investasi asing lebih banyak berbentuk investasi portofolio dalam saham maupun obligasi alias investasi yang mudah keluar-masuk (jangka pendek). Ketergantungan Indonesia terhadap jenis investasi ini untuk menutup kekurangan valuta asing (valas) imbas defisit neraca transaksi berjalan membuat nilai tukar rupiah rentan melemah.
Dia membantah penyataan banyak pihak yang yang kerap menyebut perekonomian Indonesia dikuasai asing. Menurutnya, porsi investasi asing terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia termasuk terendah di antara negara-negara Asia Tenggara. "Peranan asing meningkat tapi levelnya masih di bawah rata-rata FDI Asia Tenggara 66% dari PDB," kata dia.
Masalah investasi ini juga mendapat sorotan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia berjanji akan mendorong seluruh kementerian terkait, baik di pusat maupun daerah untuk menarik investor menanamkan modalnya di Indonesia.
(Baca: JK: Ketertiban Penting untuk Mendukung Iklim Investasi)
Investasi dapat menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi ini juga mendorong peningkatan daya saing barang dan jasa Indonesia. "Karena bagaimanapun juga investasi adalah satu sumber yang sangat penting untuk berbagai hal," ujarnya.
Kementerian Keuangan menyatakan akan terus meningkatkan layanan perpajakan dengan sistem teknologi informasi (IT), demi kemudahan investor mengurus pajak. "Kami pakai sistem IT, e-filling, paying tax. Jadi, tidak ada yang ke kantor pajak, sehingga waktunya lebih kecil," kata dia. Selain itu, akan ada perbaikan untuk mendukung aktivitas ekspor impor dengan memangkas proses dan biaya.
BKPM berkomitmen akan berupaya mendorong investasi asing yang ditargetkan bisa tumbuh 10,5-11% pada tahun depan. "Untuk mengejar itu reformasi signifikan harus menjadi fokus kembali dan perhatian khusus pemerintah. Selama ini sempat tidak menjadi fokus," kata Thomas.