Presiden Joko Widodo (Jokowi) melunak. Setelah bertemu dengan tokoh-tokoh nasional, ia akhirnya membuka peluang menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia berjanji akan membuat kajian dalam waktu dekat. “Secepat-cepatnya, sesingkat-singkatnya,” kata Jokowi kepada awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).

Para tokoh yang hadir dalam pertemuan itu, antara lain Goenawan Mohammad, Nono Makarim, Butet Kertaradjasa, Albert Hasibuan, Omi Komaria Madjid, Heny Supolo. Lalu, Mochtar Pabottinggi, Franz Magnis Suseno, Abdillah Toha, Zumrotin K Susilo, Sudamek, serta Teddy Rachmat.

Ada pula Erry Riyana Hardjapamekas, Christine Hakim, Mustofa Bisri, Quraish Shihab, Toety Herati, Saparinah Sadli, Slamet Raharjo, hingga Mahfud MD. Kemudian, Natalia Subagyo, Arifin Panigoro, Emil Salim, Harry Tjan Silalahi, Azyumardi Azra, dan Nyoman Nuarta.

Sikap Jokowi kemarin berbeda dengan Senin lalu. Ketika itu ia menyatakan enggan menerbitkan Perppu lantaran tidak ada urgensinya. Padahal di saat yang sama massa, dari mulai mahasiswa, petani, hingga pelajar, sudah turun ke jalan.

Wilayah demonstrasi mereka tak hanya di Jakarta. Hampir merata di seluruh Indonesia. Sebagian besar menolak revisi UU KPK, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertanahan, dan aturan kontroversial lainnya.

Bentrokan dengan aparat tak terbentung. Pada Selasa lalu, mahasiswa ricuh dengan polisi di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta. Sehari kemudian giliran para pelajar Sekolah Teknik Menengah dan Sekolah Menengah Atas yang bentrok dengan aparat keamanan.

(Baca: Apresiasi Demonstrasi, Jokowi Bakal Temui Mahasiswa Jumat Besok)

Di Malang, Tasikmalaya, Lampung, Makassar, Medan, Bandung, Aceh, dan Palembang kondisinya tak jauh beda. Massa melempari Kantor DPRD dengan batu, sementara polisi menembakkan gas air mata dan menyiramkan air.  Di Kendari, Sulawesi Tenggara, satu mahasiswa tewas di tengah kericuhan tersebut.

Khusus Wamena, Papua, isu rasial menjadi pemicu demonstrasi pelajar dan warga di sana. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan yang menewaskan 32 orang dan melukai 75 orang lainnya. Sekitar lima ribu warga di kota itu memilih untuk mengungsi karena situasi yang memanas.

Gejolak politik ini tentu saja berimbas ke perekonomian dalam negeri, khususnya pasar keuangan . Tapi dampaknya tidak terlalu besar, hanya sedikit memberikan gejolak.

Indeks harga saham gabungan Bursa Efek Indonesia pada Selasa kemarin tertekan cukup dalam hingga 1,11% ke level 6.137,61. Indeks baru bernapas lega setelah Jokowi mempertimbangkan mengeluarkan Perppu KPK.

Hal serupa juga terjadi dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pelemahan mulai terjadi pada awal pekan ini ketika aksi mahasiswa di Gejayan, Yogyakarta, muncul.

Menurut grafik Databoks, pelemahan terdalam ketika demonstrasi para pelajar STM dan SMA berbuntut ricuh terjadi. Rupiah melemah 0,27% ke level Rp 14.150 per dolar AS.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan pelemahan rupiah dipicu oleh gelombang demonstrasi berturut-turut. Akibatnya, pasar finansial mengalami kegelisahan.

Sentimen eksternal turut berkontribusi pada pergerakan rupiah. Dorongan pemakzulan alias impeachment terhadap Presiden AS Donald Trump membuat pasar keuangan bergejolak.

Di saat yang sama data pertumbuhan ekonomi negara itu pada kuartal II-2019 tidak memuaskan. Angkanya turun jadi 2,1% dari 3,1% pada kuartal sebelumnya.

"Faktor gabungan pada global, dan kita tahu juga ada sorotan domestik tentang demonstrasi yang dalam dua hari terakhir ini masih terus berlangsung. Itu tentunya menimbulkan jittery (kegelisahan)," kata Destry di Jakarta pada Rabu lalu.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement