Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini hanya 2,97%. Angka tersebut jauh lebih rendah dari proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya sebesar 4,6%.
Anjloknya pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini terutama terimbas penurunan konsumsi masyarakat akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, produk domestik bruto atas dasar harga konstan pada kuartal pertama tahun ini sebesar Rp 2.703 triliun, sedangkan atas dasar harga berlaku Rp 3.783,9 triliun. "Maka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2020 tumbuh 2,97% dibandingkan periode sama pada 2019," ujarnya melalui konferensi video, Selasa (5/5).
Bahkan, dibandingkan kuartal IV tahun lalu, ekonomi Indonesia kuartal I 2020 sudah terkontraksi, yaitu minus 2,41%.
(Baca: Ekonomi AS Minus 4,8% akibat Corona, Sri Mulyani Waspadai Dampak ke RI)
"Sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan tertinggi secara kuartalan sebesar 9,46%. Sedangkan secara tahunan, pertumbuhan tertinggi masih dicatatkan sektor keuangan dan jasa asuransi mencapai 10,67%," kata dia.
Di sisi lain, mayoritas sektor ekonomi tumbuh melambat secara tahunan. Industri pengolahan tumbuh 2,06%, melambat dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 3,85%. Perdagangan melambat dari 5,21% menjadi 1,6%, konstruksi melambat dari 5,91% menjadi 2,9%, dan sektor pertambangan dari 2,32% menjadi 0,43%.
Sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman juga turun cukup dalam dari tumbuh 6,41% pada kuartal I 2019 menjadi 1,95%. Sektor transportasi turun curam dari 7,55% pada periode yang sama tahun lalu menjadi 1,27%. Berdasarkan subsektornya, angkutan rel turun cukup dalam menjadi minus 6,96% dan angkutan udara minus 13,31%.
(Baca: Ancaman Kemiskinan Akibat Krisis Covid-19)
Seluruh Sektor Konsumsi Melorot
Konsumsi pada kuartal I sudah terpukul cukup dalam meski pandemi Covid-19 belum mencapai puncaknya. BPS mencatat, perlambatan signifikan terjadi pada belanja atau konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,84%. Bandingkan dengan periode sama tahun lalu yang tumbuh 5,02%. Padahal, belanja rumah tangga berkontribusi lebih separuh dari PDB Indonesia.
Sedangkan belanja pemerintah turun dari 5,22% menjadi 3,74%. Bahkan, belanja lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga atau LNPRT terkontraksi sebesar 4,91%. Padahal, pada kuartal I 2019, jenis belanja ini tumbuh 16,96%.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin mengatakan, kinerja pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akan terimbas perubahan pola konsumsi masyarakat yang cukup drastis. "Hal ini terjadi karena adanya pembatasan interaksi akibat pandemi Covid-19," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (5/5).
Tahun ini masyarakat Indonesia diperkirakan akan memfokuskan pengeluaran pada bahan kebutuhan pokok. Sementara, pengeluaran yang sifatnya tidak prioritas akan terus tertekan.
Alhasil, konsumsi yang masih dapat terjaga adalah makanan dan minuman selain restoran, serta jasa kesehatan, yang proporsinya mencapai 44% dari konsumsi rumah tangga.
Sepanjang kuartal I 2020, kontraksi terdalam terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki, serta transportasi, masing-masing tercatat -3,29% dan -1,81%. Sedangkan, konsumsi restoran dan hotel juga jeblok, meski tidak minus, yakni dari 5,64% menjadi 2,39%.
(Baca: Ekonomi Kuartal II Berpotensi Minus Hingga 5% akibat Pandemi Corona)
Sedangkan komponen konsumsi kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman di luar restoran masih cukup terjaga tumbuh di 5,1%. Bahkan, konsumsi kesehatan dan pendidikan justru menunjukkan peningkatan hingga 7,85%.