Industri Properti Diprediksi Kontraksi pada Kuartal IV 2022
Perusahaan real estate, JLL Indonesia, menyatakan performa industri properti akan berkontraksi pada tiga bulan terakhir 2022. Hal tersebut disebabkan oleh berakhirnya insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah pada bulan ini atau PPN DTP dan kenaikan suku bunga pinjaman per Oktober 2022.
Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim, mengatakan PPN DTP dalam pembelian rumah memberikan stimulus positif bagi pasar. Pada tahun ini, pemerintah menanggung sebanyak 50% dari total PPN untuk properti dengan harga hingga Rp 2 miliar dan 25% untuk properti dengan harga Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar.
"Berakhirnya pemberian insentif ini akan memberikan dampak bagi sektor residensial," kata Yunus kepada Katadata.co.id, Senin (26/9).
Sementara itu, Yunus berpendapat kenaikan suku bunga pinjaman akan berdampak pada kemampuan pembeli yang menggunakan fasilitas perbankan. Adapun, fasilitas yang dimaksud adalah kredit pemilikan rumah atau KPR dan kredit pemilikan apartemen atau KPA.
Secara umum, KPR maupun KPA digunakan oleh konsumen properti dengan tujuan untuk menempati properti tersebut atau end-user. Peningkatan suku bunga pinjaman dinilai akan memperpanjang waktu pengambilan keputusan sebelum membeli hunian.
Selain itu, Yunus berpendapat konsumen berpotensi memilih properti dengan harga yang lebih terjangkau dengan ukuran properti yang lebih kecil atau lokasi yang lebih jauh. Yunus pun menilai konsumen dapat menunda pembelian properti secara keseluruhan.
Hal tersebut dapat berdampak kepada industri properti secara keseluruhan lantaran aktivitas di industri properti saat ini digerakkan oleh konsumen end-user. Yunus mengatakan konsumen investor telah melakukan strategi wait-and-see sejak awal pandemi.
"Dengan demikian, aktivitas untuk tujuan investasi dapat dikatakan akan tetap stagnan pada kuartal IV-2022," kata Yunus.
Sebelumnya, PT Pikko Land Development Tbk mencatat sebanyak 80% penjualan apartemen perseroan saat ini menggunakan kredit pemilikan apartemen atau KPA. Angka tersebut naik dari performa emiten properti berkode RODA ini pada masa pra-pandemi atau pada 2015 sebanyak 20% dari total penjualan.
"Jadi, kalau Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuan, itu akan berpengaruh. Cenderung turun penjualannya," kata Marketing Director RODA, Sicilia Alexander Setiawan, dalam Property Point, yang dikutip Kamis (22/9).
Sicilia menilai kenaikan suku bunga acuan tersebut akan tambah menekan performa industri properti saat ini. Menurutnya, penjualan properti pada tahun ini telah ditekan oleh faktor ketidakpastian kondisi global, pertumbuhan inflasi, dan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM.
Konsultan Properti Anton Sitorus mengatakan kenaikan suku bunga acuan tidak berpengaruh banyak pada performa industri properti secara historis. Namun demikian, tingginya inflasi dan kenaikan harga BBM membuat kenaikan suku bunga acuan akan berdampak signifikan pada industri properti.
Anton mengatakan, kenaikan harga BBM akan menggerus daya beli masyarakat dan menaikkan inflasi. Oleh karena itu, penjualan properti pada segmen menengah dan bawah akan terdampak akibat kenaikan suku bunga acuan tersebut
"Perlu dilihat sampai sejauh mana pertumbuhan inflasi akan berlangsung, dan ini memang yang menjadi perhatian di pasar saat ini," kata Anton.