Badai PHK Dimulai, Industri Tekstil Kurangi Karyawan Sejak September

Nadya Zahira
26 Oktober 2022, 15:50
Sejumlah pegawai PT Kahatex berjalan keluar kawasan pabrik di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (17/6/2020).
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
Sejumlah pegawai PT Kahatex berjalan keluar kawasan pabrik di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (17/6/2020).

Industri tekstil dan produk tekstil atau TPT mulai melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK sejak September 2022. Kinerja industri TPT anjlok akibat permintaan global yang menurun signifikan.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan jika sebagian karyawan industri TPT kini telah dirumahkan. Bahkan sudah ada perusahaan yang  melakukan PHK seperti salah satu pabrik yang ada di Jawa Barat.

"Sekarang sudah di tahap tidak aman, karena sudah ada pengurangan pegawai. Sinyal buruknya sudah ada. Sudah berlangsung pengurangannya, tanda-tandanya dari bulan September merambatnya," ujarnya kepada Katadata.co.id, pada Rabu (26/10).

Menurut Jemmy saat ini banyak perusahaan tekstil yang sudah mengurangi jam operasional perusahaannya. Hal itu disebabkan karena permintaan yang menurun tajam.

"Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," ujarnya.

Kinerja industri tekstil anjlok

Jemmy mengatakan kinerja industri tekstil telah turun hingga 30% sejak September lalu. Dia mengatakan, banyak produksi TPT Indonesia yang tidak bisa dipasarkan karena daya beli menurun baik domestik maupun ekspor.

Dia mengatakan, inflasi yang terjadi pada sejumlah negara tujuan ekspor TPT Indonesia menyebabkan permintaan menurun.

"Gak ada sentimen positif yang mendrive permintaan bisa naik, tidak ada permintaan. Karena kondisi global nya juga jelek. Market ekspor TPT Indonesia seperti Eropa dan Amerika melemah tajam," ujarnya.

Penurunan permintaan juga diperparah oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya masih banyak bahan baku tekstil yang diimpor.

Pelemahan rupiah menyebabkan harga pokok produksi tekstil menjadi naik. Artinya beban perusahaan akan semakin berat.

Sebelumnya, Kamar Dagang Industri memperkirakan sektor padat karya akan banyak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana sektor start up. Hal itu didorong ancaman resesi tahun depan sehingga permintaan berkurang.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Kamdani, mengatakan pelaku usaha berupaya untuk mempertahankan karyawannya. Namun hal itu saat ini sulit dilakukan karena permintaan menurun signifikan.

“Jadi padat karya untuk dipertahankan karyawannya itu sulit. Bahkan mereka berupaya untuk tidak melakukan PHK, tapi sekali lagi ini sulit karena permintaan dan pasarnya menurun signifikan, jadi mereka banyak melakukan efisiensi,” ucapnya dikutip dari Antara, Rabu (26/10).

 Pada 2021, Produk domestik regional bruto (PDB) industri pakaian jadi dan tekstil atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp180,22 triliun.

Jika diukur menurut PDB atas dasar harga konstan (2010), industri pakaian jadi dan tekstil nasional kembali mengalami kontraksi sedalam 4,08% pada tahun lalu dibanding tahun sebelumnya. Kontraksi tersebut merupakan yang kedua kalinya dalam 2 tahun secara beruntun.

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...