Ribuan Buruh Kena PHK, Serikat Pekerja: Jangan Jadi Alasan Tekan UMP
Pelaku usaha meminta pemerintah mempertimbangkan biaya produksi yang membengkak hingga maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) saat menentukan upah minimum provinsi (UMP). Di sisi lain, serikat pekerja meminta agar PHK tidak dijadikan alasan untuk menekan UMP karena ekonomi Indonesia masih tumbuh di atas 5%.
Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri, Shinta Kamdani, mengatakan saat ini biaya produksi naik signifikan akibat inflasi tinggi di sejumlah negara maupun perang Rusia-Ukraina. Kenaikan biaya produksi itu menambah beban pelaku usaha.
“Kalo dari segi kenaikan biaya produksi memang cukup tinggi, sekitar 30%. Jadi inikan besar sekali, belum lagi dipengaruhi oleh biaya-biaya lain yang sedang naik,” ujar Shinta kepada Katadata.co.id, di Menara Duta, Jakarta, pada Rabu (2/11).
Dia mengatakan, saat ini PHK juga telah terjadi di beberapa sektir padat karya. Anacaman resesi global pada 2023 menyebabkan permintaan menurun sehigga berdampak pada PHK.
"Kita sebagai pelaku usaha harus berhati-hati, ini adalah salah satu komponen penting. karena kita sangat khawatir sama PHK. Kitakan mau sebisa mungkin mengurangi adanya PHK,” ujarnya.
Dia mengatakan, kenaikan UMP yang signifikan akan untuk para pelaku usaha. Shinta berharap pemerintah tetap konsisten untuk berada di peraturan Undang-Undang atau UU Cipta Kerja PP No.36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Dalam hal ini, dia mengatakan pada UU tersebut sudah terdapat formula yang terstruktur mengenai pengupahan.
“Makannya ya, mungkin saya sendiri ada beberapa bagian yang memiliki pandangan yang berbeda dengan saya, tapi kami berharap pemerintah tetap konsisten terhadap UU Cipta Kerja karena ini sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha,” ujar Shinta.
PHK jangan jadi alasan tekan UMP
Presiden Konfederensi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, mengatakan bahwa saat ini pihaknya belum menerika ada data PHK yang baru terjadi pada sektor tekstil garmen, maupun sepatu. Menurut dia, kasus PHK yang saat ini gencar diberitakan media sebenarnya sudah berlangsung lama.
"Berdasarkan data kami, itu adalah PHK yang telah direncanakan seja dulu. Itu kasus-kasus lama yang sebenarnya sudah berjalan enam bulan hingga satu tahun," ujarnya.
Said menduga isu PHK itu dihembuskan untuk saat mendekati penentuan upah minimum 2023 yang biasanya dilakukan November. "Jika memang ada PHK baru-baru ini, perusahaan yang mana? Coba kami telusuri," ujarnya.
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga di atas 5%. Selain itu inflasi Indonesia juga masih terkendali. Dengan demikian, Indonesia tidak mengalami resesi seperti negara-negara lainnya.
Said mengatakan, permintaan di sektor tekstil, garmen, dan sepatu memang menurun akibat permintaan global yang lesu. Namun demikian, perusahaan tersebut sebenarnya masih untung.
"Sebenarnya tidak ada alasan PHK karyawan karena mereka masih bisa jual di pasar domestik,"ujarnya.
Selain itu, terdapat juga perusahaan-perusahaan lain yang tetap tumbuh seperti industri otomotif.