Batasi Elpiji 3 Kg, Pemerintah Perlu Siapkan Sanksi bagi Pelanggar

Nadya Zahira
20 Desember 2022, 22:04
Pekerja menurunkan tabung elpiji 3 Kg dari truk untuk dijual saat digelarnya operasi pasar di Kelurahan Bintan Dumai, Riau, Jumat (5/8/2022). Sejumlah daerah di Riau seperti Dumai, Rokan Hilir dan Bengkalis mengalami kelangkaan elpiji ukuran 3 Kg dalam ti
ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/nym.
Pekerja menurunkan tabung elpiji 3 Kg dari truk untuk dijual saat digelarnya operasi pasar di Kelurahan Bintan Dumai, Riau, Jumat (5/8/2022). Sejumlah daerah di Riau seperti Dumai, Rokan Hilir dan Bengkalis mengalami kelangkaan elpiji ukuran 3 Kg dalam tiga minggu terakhir akibat peningkatan permintaan dari masyarakat setelah pemerintah menaikkan harga elpiji nonsubsidi.

Pemerintah tengah berencana akan membatasi pembelian elpiji 3 kilogram (kg) yang nantinya dikhususkan hanya untuk konsumen kurang mampu. Direktur Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF, Tauhid Ahmad menuturkan, kebijakan tersebut merupakan langkah yang baik untuk mengurangi subsidi pemerintah.

Tauhid mengatakan, kebijakan pembatasan pembelian elpiji 3 kg ini memang sudah direncanakan sejak 10 tahun yang lalu, namun implementasinya belum berjalan sampai saat ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat kelas atas dan menengah yang masih menggunakan subsidi elpiji 3 kg tersebut.

“Menurut saya kebijakan tersebut harus dilakukan, karena kebijakan sistem tertutup LPG 3 kg itu kan memang sudah amanat lama, mungkin sudah 10 tahun yang lalu. Tapi implementasinya yang tidak jalan, misalnya pengawasan itu tidak jalan di tengah masyarakat, kemudian penetapan sasaran siapa yang berhak mendapatkan,” ujar Tauhid saat ditemui awak media di Hotel Park Hyatt, Jakarta, Selasa (20/12).

Namun demikian, dia menilai bahwa dalam menjalankan kebijakan tersebut harus memperhatikan pendataan. “Berkaitan dengan pendataan itu juga problem yang harus ditangani. Tapi kebijakan pembatasan elpiji 3 kg itu memang harus dibatasi. Apakah misalnya modelnya ada voucher ID atau KTP, ataupun seperti apa, memang masyarakat miskin yang berhak mendapatkan subsidi sementara masyarakat yang menengah dan kalangan atas tidak boleh,” ujarnya.

Kemudian, menurutnya, pemerintah harus memberikan sanksi bagi para pelaku usaha yang menjual elpiji 3 kg tidak sesuai dengan data yang tercantum di RT atau RW, “ Misalnya katakanlah di satu RT itu sekian kebutuhannya per bulan, misalnya empat atau lima tabung, nah volume itu jangan langsung ditambah, kan sudah ada by name by address. Jadi para pengecer nggak bisa kalau dijual by name by address,” tegas Tauhid.

Menurutnya, kebijakan tersebut membutuhkan transisi perlahan dan edukasi kepada masyarakat serta pengecer terkait siapa yang berhak mendapatkan elpiji 3 kg, dan siapa yang tidak berhak. Dia menilai, kebijakan tersebut tentu akan mendapatkan protes dari banyak pihak, tapi harus dimulai dari sekarang. 

Pasalnya, jika tidak dilakukan dari sekarang, kedepannya kalangan masyarakat atas dan menengah akan terus menggunakan dan memanfaatkan elpiji 3 kg secara terus menerus. Padahal elpiji 3 kg itu, merupakan subsidi untuk masyarakat kalangan bawah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, mayoritas atau 82,78% rumah tangga Indonesia menggunakan bahan bakar gas elpiji untuk memasak pada 2021. Persentase itu menjadi yang terbesar dibandingkan penggunaan bahan bakar lainnya.

Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...