Nestle Buka Suara Soal Kopi Saset Starbucks yang Ditarik BPOM
Nestlé Indonesia buka suara soal penemuan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM tentang produk kopi kemasan bermerek dagang Starbucks yang tidak memenuhi ketentuan izin edar. Produk yang diketahui diimpor dari Turki tersebut telah disita oleh BPOM.
Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia, Sufintri Rahayu, mengatakan bahwa produk tersebut tidak diimpor oleh PT Nestlé Indonesia maupun PT Sari Coffee Indonesia. Dia mengatakan, PT Nestlé Indonesia dan PT Sari Coffee Indonesia berkomitmen untuk menjadikan kualitas, keamanan dan integritas produk mereka menjadi prioritas utama.
"Kami juga ingin menegaskan bahwa semua produk yang dipasarkan di Indonesia oleh PT Nestlé Indonesia dan PT Sari Coffee Indonesia merupakan produk yang memiliki izin distribusi dan telah disetujui oleh BPOM RI," ujar Sufintri melalui keterangan tertulis, Rabu (28/12).
Seperti diketahui, Nestle dan Starbucks telah menandatangani kesepakatan lisensi global pada 2018. Kesepakatan tersebut memberikan hak bagi Nestle untuk memasarkan kopi kemasan Starbucks. Sementara PT Sari Coffee Indonesia adalah pemegang waralaba Starbucks di Indonesia.
BPOM Tarik Kopi Saset Starbucks
Sebelumnya BPOM telah menarik produk kopi saset bermerek Starbucks dengan berbagai varian yaitu Toffee Nut Latte, Cappuccino, White Mocha, Caramel Latte, Caffe Latte, dan Vanilla Latte dengan ukuran masing-masing 23 gram di kotaBanjarmasin, Kalimantan Selatan. Penarikan tersebut karena produk-produk itu tidak memiliki izin edar.
"Produk ini disita dari salah satu toko karena tanpa izin edar tertulis (BPOM)," kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito, Senin (27/12) dikutip dari Antara.
Produk tersebut diimpor dari Maslak, Istanbul dengan tanggal kedaluwarsa 24 Oktober 2023. BPOM akan menghubungi importir produk kopi tersebut untuk meminta pertanggungjawaban.
"Nanti mereka menghubungi distributor Starbucks di Turki," kata Penny.
Penny meminta seluruh produk makanan dan minuman impor di Indonesia memiliki izin edar dari BPOM. Hal ini untuk mencegah keracunan hingga memastikan konsumen tetap aman.
"Ingat kejadian yang baru-baru ini terjadi, obat sirop," katanya.
Kopi Starbucks itu bagian dari 66.133 produk yang dianggap tidak memenuhi ketentuan peredaran di Indonesia hingga 21 Desember 2022. Jumlah tersebut terdiri dari 36.978 pangan kedaluwarsa, 23.725 pangan tanpa izin edar, serta 5.383 pangan rusak.
Meskipun penjualan Starbucks tumbuh pesat, namun produk Nestle lainnya Nescafe memiliki pendapatan yang lebih baik pada 2020. Menurut situs bizvibe.com, berikut ini 5 merek kopi dengan pendapatan paling besar di dunia pada 2020.
- Nescafé – US$ 99,71 miliar (Rp 1.424,9 triliun)
- Starbucks – US$ 26,5 miliar (Rp 378,7 triliun)
- McCafé – US$ 21,07 miliar (Rp 301,1 triliun)
- Tim Hortons – US$ 3 miliar (Rp 42,8 triliun)
- Keurig – US$ 2,86 miliar (Rp 40,9 triliun)