Pengusaha Tekstil Sebut Perppu Ciptaker Membebani Sektor Padat Karya

Nadya Zahira
4 Januari 2023, 11:34
Pekerja menyelesaikan pemintalan benang di pabrik pembuatan sarung di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (9/11/2020).
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Pekerja menyelesaikan pemintalan benang di pabrik pembuatan sarung di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (9/11/2020).

Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API keberatan dengan pasal pengupahan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Aturan yang telah diterbitkan pemerintah 30 Desember 2022 lalu tersebut dinilai memberatkan bagi pengusaha.

Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM BPP API, Nurdin Setiawan, mengatakan Perppu tersebut tidak memberikan kejelasan hukum pada ketenagakerjaan, terutama pengupahan. Hal itu terutama pada pasal 88 F yang menyatakan bahwa pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan yang berbeda dari pengaturan upah minimum yang ditetapkan sebelumnya.

Advertisement

"Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat," tulis pasal 88 F daam Perppu Ciptaker, dikutip Rabu (4/1).

Menurut Nurdin, ketidakpastian aturan upah minimum tersebut tidak mencerminkan perlindungan pada sektor padat karya. Padahal biaya tenaga kerja pada sektor padat karya merupakan yang terbesar setelah bahan baku.

"Jadi malah kita tidak mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Malah menjadi beban yang lebih banyak," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/1).

Dia mengatakan, upah minimum juga berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan untuk BPJS. Pasalnya, perusahaan harus membayar BPJS 10,24% dari selisih upah minimum. Selain itu, aturan upah minimum juga akan berdampak pada THR yang dikeluarkan perusahaan.

Beban Industri Tekstil Makin Berat

Dia mengatakan, Perppu Ciptaker  menambah beban yang lebih banyak untuk para pengusaha. Padahal, industri tekstil sedang mengalami penurunan order yang sangat signifikan.

Dia mengatakan, industri tekstil mengalami beban yang berat di mana terjadi penurunan permintaan sebesar 30-50% pada 2022. Hal itu berlanjut hingga tahun ini.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement