Petani Khawatir Harga Sawit Anjlok Imbas Pembekuan Sebagian Ekspor CPO

Nadya Zahira
9 Februari 2023, 13:22
Pekerja menyusun tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen di Desa Berkah, Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (2/11/2022). Pemerintah melanjutkan pembebasan pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) per 1 November 2022 sampai harg
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.
Pekerja menyusun tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen di Desa Berkah, Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (2/11/2022). Pemerintah melanjutkan pembebasan pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) per 1 November 2022 sampai harga referensi CPO lebih besar atau sama dengan 800 dolar AS per metrik ton (MT).

Petani sawit meminta perlindungan kepada pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan domestic market obligation atau DMO sebesar 50% dan menahan sebagian ekspor minyak sawit mentah atau CPO sementara. Kebijakan tersebut dikhawatirkan berdampak negatif pada harga tandan buah segar atau TBS yang anjlok.

"Dengan situasi ini, petani sawit menjadi dag dig dug karena berpotensi negatif terhadap harga TBS sawit," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo, Gulat Manurung, dalam keterangan tertulis, Kamis (9/2).

Advertisement

Oleh sebab itu, Gulat meminta agar pemerintah memberikan jaminan terhadap harga TBS petani. Dia meminta tidak semua beban DMO dan domestic price obligation (DPO) itu dibebankan ke hulu atau petani.

Kebijakan meningkatkan DMO 50% artinya menaikkan wajib pasok 300 ribu ton per bulan menjadi 450 ribu ton per bulan minyak goreng rakyat atau Minyakita. Untuk memenuhi kebijakan tersebut berarti dibutuhkan DMO CPO sebesar 625 ribu ton CPO per bulan.

“Kebijakan simalakama ini sesungguhnya tidak membuat perusahaan CPO dan Migor merugi, hanya berkurang atau tertunda keuntungannya. Selain itu pemerintah juga berkurang pemasukan dari ekspor,” ujarnya.

Petani Minta Kemudahan Dana BPDPKS

Selain itu, Gulat mengatakan, petani sawit juga berhadap diberi kemudahan meraih dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS, khususnya Price to Sales Ratio atau PSR dan sarana prasarana.

Melalui PSR, Gulat mengatakan, petani dapat meningkatkan produksi sampai tiga kali lipat. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat menutupi kerugian petani jika harga TBS rendah.

“Saat ini rerata produksi TBS kami hanya Rp 800 - 1.200 kilogram/ha/bulan dengan produksi CPO per tahun hanya 2,7-3,2 to TBS per hektare atau per bulan dengan produksi CPO per tahu 6-8 ton CPO,” kata Gulat.

Gulat mengatakan, petani juga meminta pemerintah memberikan sertifikasi pada semua lahan petani sawit yang masih diklaim dalam kawasan hutan, khususnya yang sudah tertanam sebelum 2020. Menurut Gulat, hal ini sangat penting terkait kepastian usaha atau land ownership.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement