Indonesia Dorong Negara G20 Perkuat Kesepahaman Tata Kelola Data
Pemerintah Indonesia mendorong negara anggota G20 saling memperkuat tata kelola data. Kesepahaman diperlukan karena tiap negara memiliki latar belakang yang berbeda dalam tata kelola data.
Chair Digital Economy Working Group (DEWG) Presidensi G20 Indonesia, Mira Tayyiba, penggunaan ruang digital semakin intensif sehingga data mengalir lintas batas. Penggunaan arus lalu lintas data global dari 2020 ke 2026 diprediksi naik sampai tiga kali lipat.
“Skalanya sampai dengan 780 Exabytes. Exabyte itu sama dengan sepuluh pangkat delapan belas. Ini memang sangat besar, jadi data itu sendiri pun sangat dibutuhkan dalam public policy making. Data pada platform e-commerce mungkin saja melintas batas negara. Jadi tujuan kita di G20 adalah memperkuat tata kelola data,” ujarnya saat memberikan keterangan kepada media di sela Pertemuan Ketiga DEWG G20 hari kedua, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (22/07).
Mira mengakui adanya perbedaan latar belakang atau mahzab dalam tata kelola data di setiap negara. Ada yang sifatnya lebih corporate driven, individual driven, bahkan ada juga yang menekankan state driven.
“Jadi pada saat kita bicara tata kelola baik, tata kelola yang mana yang cocok? Isu Cross-Border Data Flow (CBDF) dan Data Free-Flow with Trust (DFFT) menjadi yang paling seru, karena tidak mungkin lagi dengan kita makin intensif menggunakan ruang digital, tidak membicarakan data, itu tidak mungkin," ujarnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia berupaya membangun common understanding agar negara anggota G20 bisa saling belajar dan memahami satu sama lain.
Menurut Mira, pembahasan isu CBDF bertujuan untuk menunjukkan bahwa data berperan penting dalam memanfaatkan peluang ekonomi digital. Selain itu, ada penekanan akan data secara umum dan pengaturan khusus dengan data pribadi.
“Oleh karena itu, prinsipnya tidak bisa disapu empat prinsip sekaligus, namun kita sekarang menyebutnya 3 plus 1. Tiga yang pertama yaitu lawfulness, fairness, transparency, itu adalah untuk yang data secara umum. Sementara yang data pribadi itu, kita harus ada pertimbangan untuk reciprocity, Tetapi semua masih berproses karena kita masih dalam tahap pembahasan,” jelasnya.
Dalam pertemuan ketiga, delegasi negara anggota G20 mendiskusikan masalah tata kelola data dengan tujuan mencapai kesepahaman mengenai definisi umum yang jelas tentang kepercayaan dan prinsip-prinsip umum pada kegiatan aliran data lintas batas. Hasil kesepahaman itu akan diterapkan pada tingkat praktis.
“Inisiatif tersebut juga mempertimbangkan poin-poin kunci dari Kesamaan Pemetaan dalam pendekatan regulasi untuk Cross-Border Data Transfers yang dikembangkan oleh Presidensi Italia sebelumnya,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Status Literasi Digital Indonesia 2021 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (KIC), menyatakan bahwa 91,8% dari 10 ribu responden biasa mengakses internet di mana saja melalui ponsel.
Kemudian 50% responden biasa mengakses internet di perjalanan ke tempat kerja, sekolah, atau kampus. Sedangkan yang biasa mengakses internet di rumah sendiri hanya 19,7%.
Responden yang biasa mengakses internet di kafe atau restoran lebih sedikit lagi, yakni hanya 6,8%, di tempat kerja 5,6%, dan di sekolah atau kampus 3,6%.