Transisi Energi Akan Berdampak pada Ekonomi Daerah Penghasil Batu Bara

Nadya Zahira
22 November 2023, 13:12
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (27/7/2023). Kementerian Keuangan mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara atau minerba meningkat sebesar 94,7
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (27/7/2023). Kementerian Keuangan mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara atau minerba meningkat sebesar 94,7 persen dari Rp40,2 triliun pada semester I 2022 meningkat menjadi Rp78,3 triliun pada semester I 2023 yang disebabkan oleh penyesuaian tarif iuran produksi atau royalti batu bara.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan mitigasi dampak transisi energi di daerah penghasil batu bara. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan fenomena transisi energi di daerah penghasil batu bara agar dampaknya dapat ditanggulangi.  Menurut dia, saat ini Indonesia masih memiliki waktu untuk mempersiapkan proses transisi energi, namun waktunya tidak cukup lama. 

“Jangan sampai saat industri batu bara berakhir, daerah tidak siap untuk melakukan transformasi. Pemahaman yang tepat terkait konteks transisi energi di daerah perlu dikuasai oleh pemerintah pusat sehingga dapat melakukan intervensi aktif di daerah penghasil batu bara,” ujar Fabby melalui keterangan resmi, Rabu (22/11). 

Hal itu tercantum dalam Kajian IESR yang berjudul Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim dengan lokasi penelitian di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Kajian menemukan bahwa daerah penghasil batubara berpotensi berkontribusi terhadap transisi ekonomi menuju energi bersih.

Kajian ini juga menemukan bahwa kurangnya diversifikasi ekonomi dan pengembangan industri di wilayah penghasil batu bara. Selain itu, sebagian besar batu bara yang diproduksi di Paser dan Muara Enim diekspor ke daerah lain dan belum mendorong pengembangan industri di daerah tersebut.

Fabby mengatakan, perkembangan industri juga lambat di kedua wilayah, terutama di Paser. Pada daerah tersebut, produk domestik regional bruto (PDRB) industri manufaktur masih lebih rendah daripada pertanian. 

Di Muara Enim, kurangnya peluang ekonomi yang layak juga disebabkan oleh terbatasnya lahan pertanian. Hal itu terutama perkebunan karet, sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan dari perkebunan menjadi area konsesi pertambangan.

Fabby mengatakan, IESR mendorong agar pemerintah pusat dan daerah dapat melakukan transformasi ekonomi dengan sektor keunggulan di setiap daerah penghasil batu bara. Misalnya saja sektor keunggulan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur yakni pendidikan dan jasa keuangan.

“Sementara itu, sektor keunggulan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yakni akomodasi dan jasa makanan karena kinerjanya yang lebih baik dibandingkan dengan daerah sekitarnya,” kata dia. 

Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rusdian Noor berharap akselerasi transisi energi di daerah penghasil batu bara diiringi dengan dukungan dari pemerintah pusat untuk investasi dan inovasi teknologi.

“Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Paser per tahun 2022 untuk membiayai pembangunan daerah sekitar 75% dari pendapatan dan disumbang paling besar oleh pertambangan,” ujarnya. 

Kepala Bappeda Kabupaten Muara Enim Mat Kasrun juga mengharapkan daerah dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan terkait transisi energi dan kewenangan pengembangan energi baru dan terbarukan. 

“Selain itu, dukungan dari pemerintah pusat seperti diberikan keleluasaan dalam wewenang atau perizinan dalam pengembangan sektor ekonomi baru di daerah juga diperlukan," kata dia. 

Sebelumnya, industri batu bara dunia bahkan diperkirakan kehilangan hampir 1 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2050 akibat adanya transisi energi global. Riset juga menunjukkan bahwa Cina dan India akan menjadi negara yang mengalami kehilangan terbesar. 

Melansir dari Reuters, ratusan tambang batu bara yang padat karya diprediksi akan ditutup dalam beberapa dekade mendatang karena sudah pensiun. Negara-negara akan mengganti batubara dengan sumber-sumber energi rendah karbon yang lebih bersih.

Menurut laporan IEA, pada 2019 ada sekitar 21,6 juta pekerja energi fosil di seluruh dunia. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah pasokan minyak bumi yakni 8 juta pekerja.




Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...