Hasil Riset: Pensiun Dini PLTU Lebih Menguntungkan Bagi Warga Sekitar

Rena Laila Wuri
31 Januari 2024, 13:42
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Spt.
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Hasil studi yang dilakukan Yayasan Indonesia Cerah dan Institute for Policy and Development (Poldev) Unitrend, Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan pensiun dini PLTU atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara lebih menguntungkan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. 

Peneliti Poldev, Erythrina Orie, mengatakan sebanyak 85% penduduk yang tinggal di daerah dekat PLTU batu bara Cirebon-1, PLTU Pacitan, dan PLTU Pelabuhan Ratu, tidak menggantungkan pendapatannya dari aktivitas pembangkit listrik tersebut.

“Masyarakat tidak bergantung pada PLTU batu bara, baik secara langsung atau tidak langsung,” kata Orie dalam keterangannya, Selasa (30/1).

Hasil studi mencatat hanya sekitar 15% responden yang menggantungkan pendapatannya baik secara langsung maupun tidak dari aktivitas PLTU. Mayoritas kebijakan pengelola PLTU memilih penggunaan sistem pekerja alih daya (outsourcing).

Dampak Kesehatan dan Limbah

Orie mengatakan, pihaknya menemukan bahwa kesehatan warga dengan rentan usia 14-44 tahun terganggu sejak ketiga PLTU tersebut beroperasi. Maka dari itu, pensiun dini PLTU akan membawa dampak ke arah positif untuk masyarakat sekitar.

“Limbah fly ash yang dihasilkan baik oleh PLTU Cirebon-1 yang menggunakan batu bara berkapasitas penuh (100% coal), maupun PLTU yang menerapkan skema co-firing dengan biomassa seperti PLTU Pelabuhan Ratu dan Pacitan memicu banyak keluhan,” ucapnya.

Orie menuturkan, mayoritas masyarakat yang bermukim di sekitar PLTU tidak dapat menyuarakan pendapatnya dengan bebas. Hal ini karena kekhawatiran faktor ancaman dan fenomena premanisme.

“Fenomena tersebut tanpa disadari, merubah tatanan (kebiasaan) sosio-kultur sekitar terhadap partisipasi bersuara dan aksi kolektif,” ujar dia.

Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin Iwang, mengatakan bahwa pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus saling berkolaborasi. Ia mendorong stakeholder memastikan agar rencana pemensiunan dua PLTU batu bara di Jawa Barat tersebut dapat terlaksana dengan benar.

“Pemensiunan PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu harus dapat menjawab permasalahan pemulihan ekologi yang merupakan prinsip penting mengingat dampak buruk yang dimunculkan dari aktivitas PLTU begitu nampak dirasakan,” kata Iwang.

Sementara itu, JET Associate Yayasan Indonesia CERAH, Wicaksono Gitawan, mengatakan bahwa transisi energi berkeadilan, terlebih melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) harus terus dipantau di 2024. PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu sudah masuk ke dalam rencana pensiun dini dalam dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP dan akan menggunakan skema Energy Transition Mechanism (ETM). 

Wicaksono berharap ada transparansi dalam proses pensiun dini PLTU. “Tentunya, kami berharap bahwa pihak Asian Development Bank (ADB), selaku pihak yang menjalankan ETM akan transparan dalam proses pemensiunan dini PLTU, agar masyarakat tahu sudah sampai mana tahapan proses,” kata Wicaksono.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...