Pajak Karbon Berlaku Mulai Juli, Ini Sederet Keuntungannya

Abdul Azis Said
6 Juni 2022, 20:18
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022).
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022).

Direktorat Jenderal Pajak menyatakan implementasi pajak karbon direncanakan mulai berlaku pada awal Juli 2022. Pajak karbon sebelumnya akan diimplementasikan 1 April 2022, namun ditunda karena masih perlunya harmonisasi aturan baru ini dengan aturan lainnya terkait Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan. "Pajak karbon walaupun kita pelaksanaanya baru dilakukan inshallah  bulan Juli, tapi paling tidak mulai kita dudukkan di situ," kata Suryo dalam acara Tax Gathering di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (6/6).

Advertisement

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya bersama Badan kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu tengah bekerja keras untuk menyelesaikan regulasi pajak karbon.  Namun, penyusunan pajak karbon ini juga sedang disinkronkan dengan aturan lainnya yakni nilai ekonomi karbon (NEK).

"Ini kita tunggu saja regulasinya," kata Hestu dalam sebuah diskusi dengan media beberapa waktu lalu.

Kementerian Keuangan sebelumnya juga memperkirakan dampak penerapan pajak karbon 2023 berpotensi menambah penerimaan negara senilai Rp 194 miliar. Sedangkan dampak terhadap tambahan subsidi dan kompensasi listrik senilai Rp 207 miliar. Dari sisi inflasi, dampaknya bahkan diperkirakan tidak ada.

Rencana pengenaan pajak karbon diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Rencananya, penerapan pajak karbon tahap awal akan diberlakukan bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Kemudian implementasinya akan diperluas untuk sektor lainnya mulai tahun 2025.

Adapun implementasi pajak karbon berlaku dua skema, yakni perdagangan karbon (cap and trade) dan skema pajak karbon (cap and tax). Pada skema perdagangan karbon, entitas yang menghasilkan emisi lebih dari cap atau batas yang ditentukan, maka bisa membeli sertifikat izin emisi (SIE) dari entitas lain yang emisinya di bawah cap. Opsi lainnya, bisa juga dengan membeli sertifikat penurunan emisi (SPE).

 Namun jika entitas tersebut tidak dapat membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka berlaku skema cap and tax. Ini berarti sisa emisi yang melebihi cap tadi akan dikenakan pajak karbon.

Pemerintah juga berencana menerapkan tarif karbon lebih tinggi atau sama dengan harga di pasaran. Tarif minimum rencananya ditetapkan sebesar Rp 30 per Kg CO2 atau Rp 30.000 per ton CO2 ekuivalen.

Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement