Rupiah Dibuka Melemah, The Fed Diprediksi Kerek Suku Bunga 100 Bps

Abdul Azis Said
15 September 2022, 10:05
Petugas menghitung uang dolar AS dan uang Rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, KCU Melawai, Jakarta, Selasa (16/8/2022). Nilai tukar rupiah ditutup melemah 26,5 poin atau 0,18 persen ke Rp14.768 per dolar AS pada perd
ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.
Petugas menghitung uang dolar AS dan uang Rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, KCU Melawai, Jakarta, Selasa (16/8/2022). Nilai tukar rupiah ditutup melemah 26,5 poin atau 0,18 persen ke Rp14.768 per dolar AS pada perdagangan Selasa (16/8), pasca pembacaan nota keuangan oleh Presiden Joko Widodo.

Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis dua poin ke level Rp 14.910 per dolar AS di pasar spot pagi ini, Kamis (15/9). Pelemahan rupiah disebabkan meningkatnya ekspektasi kenaikan bunga The Fed 100 bps.

Namun demikian, data surplus neraca dagang Agustus yang diperkirakan masih tinggi akan menahan pelemahan rupiah.Mengutip Bloomberg, rupiah bergerak menguat dari posisi pembukaan ke arah Rp 14.899 pada pukul 09.15 WIB. Rupiah menjauh dari posisi  penutupan kemarin di Rp 14.908 per dolar AS.

Mata uang Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Pelemahan juga dialami won Korea Selatan 0,23%, rupee India 0,37%, yuan Cina 0,01%, ringgit Malaysia 0,04% , yen Jepang 0,03% dan baht Thailand 0,17%. Penguatan dialami dolar Hong Kong 0,02% bersama dolar Singapura 0,06%, dolar Taiwan 0,03% dan peso Filipina 0,12%.

Analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, memperkirakan rupiah masih akan melemah hari ini seiring meningkatnya ekspektasi kenaikan bunga acuan The Fed 100 bps pada pertemuan pekan depan. Rupiah diramal melemah ke kisaran Rp 14.930-Rp 14.950 dengan potensi support di kisaran Rp 14.880 per dolar AS.

"Inflasi AS yang masih tinggi yang mendukung kebijakan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang lebih agresif," kata Ariston dalam risetnya, Kamis (15/9).

Indeks Harga Konsumen AS pada Agustus 2022 mengalami inflasi 0,1% secara bulanan, meski secara tahunan terpantau sedikit turun ke 8,3% dari bulan sebelumnya 8,5%. Realisasi ini di atas perkiraan Dow Jones, indeks harga konsumen (IHK) yang diramal deflasi 0,1% secara bulanan dan inflasi tahunan turun ke 8%.

Inflasi inti yang tidak menghitung harga energi dan pangan naik secara bulanan 0,6% dan secara tahunan 6,3%. Ini juga di atas ekspektasi pasar bahwa inflasi inti hanya 0,3% secara bulanan dan 6% secara tahunan.

Pasar mulai berekspektasi The Fed akan mengerek bunga acuannya lebih agresif hingga 100 bps seiring inflasi yang masih bertahan tinggi. Berdasarkan alat pemantauan CME FedWatch, ptobabilitas kenaikan bunga 100 bps meningkat setelah pekan lalu pasar hanya memperkirakan bunga mungkin hanya bergerak di kisaran 50-75 bps dan tidak ada ekspektasi The Fed akan mengerek hingga 100 bps.

Senada dengan analis DCFX, Lukman Leong,  juga memperkirakan rupiah akan tertekan penguatan dolar. Rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp 14.875-Rp 14.975 per dolar AS.

Namun, ia memperkirkan pelemahannya terbatas ditopang data neraca dagang. "Pelaku pasar menantikan rilis data neraca dagang yang diperkirakan akan kembali surplus besar, ini dapat meredakan tekanan pada rupiah," kata Lukman dalam risetnya.

Sejumlah ekonom memperkirakan surplus neraca dagang Agustus akan lebih rendah dari bulan sebelumnya namun masih berada relatif tinggi di kisaran US$ 4 miliar. Ekspor tumbuh melambat seiring moderasi harga komoditas dan lesunya permintaan di tengah bayang-bayang resesi di sejumlah negara. Impor diperkirakan meningkat seiring perbaikan sektor manufaktur domestik.

Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...