Advertisement
Advertisement
Analisis | Simalakama Mitigasi Covid-19, Kesehatan atau Ekonomi? - Analisis Data Katadata
ANALISIS DATA

Simalakama Mitigasi Covid-19, Kesehatan atau Ekonomi?

Andrea Lidwina

8/5/2020, 15.00 WIB

Ilustrasi: Joshua Siringoringo

Pemerintahan Joko Widodo berupaya menangani pandemi Covid-19 dengan membatasi pergerakan masyarakat dan aktivitas usaha. Namun, menjaga perekonomian juga terlihat menjadi perhatian utama pemerintah.


Hanya dalam kurun tiga bulan, lanskap ekonomi global berubah secara dramatis. Dari optimisme ke jurang resesi. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menyebut krisis ekonomi 2020 sebagai yang terburuk sejak “Depresi Besar“ 1930an.

 Ini disebabkan virus bernama SARS-CoV-2 atau dikenal sebagai corona. Virus penyebab penyakit Covid-19 itu diperkirakan telah merebak sejak Desember 2019 di Tiongkok, lalu menyebar ke seluruh dunia. Hingga akhir April, jumlah kasus terinfeksi mencapai lebih dari 3 juta orang dan korban meninggal di atas 200 ribu jiwa.  

 Sejumlah negara telah melakukan langkah-langkah untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Ada yang menerapkan karantina penuh (lockdown) atau pembatasan sosial. Pabrik-pabrik pun membatasi produksi, toko-toko tutup, pelajar dan pekerja kantoran diminta belajar dan bekerja di rumah.

Alhasil Covid-19 tak hanya menyebabkan masalah kesehatan, melainkan juga perekonomian. IMF memprediksi ekonomi global akan jatuh ke minus 3 persen pada 2020. Proyeksi ini turun 6,3 poin dari estimasi 3,3 persen yang dipatok pada Januari lalu.

 Sejumlah ekonom pun memperkirakan situasi sekarang jauh lebih parah ketimbang krisis finansial 2008-09. Pada saat itu, krisis hanya melanda negara ekonomi maju seperti di kawasan Amerika utara dan Eropa. Sementara tahun ini hampir semua negara terpuruk karena Covid-19, termasuk Tiongkok, India, dan Indonesia.

IMF mencatat beberapa alasan krisis tahun ini lebih parah dari krisis-krisis sebelumnya. Terutama adalah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir. Hingga saat ini belum ada satu pun obat dan vaksin yang telah teruji klinis dapat mengatasi virus corona.

Seiring pandemi, harga komoditas pun turun tajam dan terjadi pengetatan likuiditas di pasar finansial. Di sejumlah negara timbul permasalahan berlapis. Tak hanya soal kesehatan masyarakat, melainkan juga ekonomi domestik terganggu, permintaan eksternal berkurang, serta terjadi pembalikan aliran modal asing.

Bayang-bayang bakal buruknya resesi global tahun ini sudah terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal I-2020. Tiongkok adalah salah satu negara dengan PDB terbesar dunia, tercatat pertumbuhannya minus 6,8 persen. Padahal, biasanya PDB Tiongkok tumbuh di kisaran 6 persen pada kuartal-kuartal sebelumnya.

Kesehatan atau Ekonomi Lebih Dulu

Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pras

Bagaimana virus bisa mempengaruhi perekonomian dunia? Pierre-Olivier Gourinchas, dalam artikel yang dimuat di buku Mitigating the COVID Economic Crisis (2020) mengatakan bahwa ekonomi modern seperti jejaring rumit yang saling berhubungan antara karyawan, perusahaan, pemasok, konsumen, perbankan, dll.

“Semua orang adalah karyawan, konsumen, atau pemberi pinjaman bagi yang lain,” kata profesor tamu di Universitas Princeton tersebut.

Jika salah satu di dalam jejaring ini terkena penyakit atau terdampak kebijakan penanganan Covid-19, maka dapat mempengaruhi yang lain. Alhasil ketika negara-negara pemasok atau pembeli terkena dampak dan sejumlah lainnya mulai menutup wilayahnya akibat Covid-19, upaya meraih keuntungan ekonomi justru akan percuma.

Lebih lanjut Gourinchas mengatakan, krisis yang dihadapi dunia saat ini merupakan kombinasi antara krisis kesehatan dan ekonomi. Ini yang membedakannya dengan krisis-krisis pada periode sebelumnya.

Hal ini menempatkan pemerintahan di mana pun pada pilihan kebijakan yang sulit. Apa yang mesti dikerjakan lebih dulu? Menekan penyebaran kasus Covid-19 atau selamatkan perekonomian. Kedua pilihan kebijakan yang saling bertolak belakang: antara kehilangan nyawa atau terciptanya pengangguran.

Sumber: Mitigating the COVID Economic Crisis, Centre for Economic Policy Research (2020)

Upaya menurunkan kurva jumlah kasus baru Covid-19 memang berdampak pada perekonomian, terutama akibat penerapan karantina wilayah dan pembatasan mobilitas. Namun, kata Gourinchas, hal ini bukan sesuatu yang harus diperdebatkan dalam situasi sekarang.

Soalnya kebijakan apapun yang dipilih, ekonomi tetap sedang tidak baik-baik saja. Resesi dipastikan tetap akan terjadi. Pemicunya adalah kepanikan rumah tangga dan perusahaan menghadapi ketidakpastian pandemi itu sendiri. Apalagi kurang memadainya respons pemerintah dalam mengatasi pandemi.

 Tentunya, seperti dikatakan Gourinchas, mengatasi masalah kesehatan dan ekonomi sama penting. Namun ada prioritas yang harus segara dilakukan. Menurutnya, ada banyak strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi resesi. Misalnya, bank sentral menyediakan bantuan likuditas untuk sektor finansial atau lewat kerja sama multilateral.

 Jadi intinya, kata dia, yang diperlukan sekarang adalah kombinasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi pandemi dan resesi. Dimulai dengan kebijakan kesehatan masyarakat untuk membatasi penularan Covid-19. Kesehatan didahulukan untuk mencegah sistem kesehatan tidak runtuh akibat kewalahan menangani pasien. Lagipula orang yang sakit tidak dapat berproduksi.

(Baca: Ekonomi Dunia Menanggung Beban Covid-19)

 Selanjutnya kebijakan fiskal dan finansial yang dirancang untuk menjaga tekanan di sistem ekonomi. Dengan begitu, dampak pandemi diharapkan tidak terjadi dalam jangka panjang. Stabilitas masyarakat dan perekonomian pun bisa cepat pulih setelah pandemi berakhir.

 “Berdasarkan apa yang kami pelajari, meredakan penyebaran virus corona adalah yang paling efektif untuk memulai kembali ekonomi,” kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva.