Permainkan Harga, Tengkulak Musuh Petani Sawit Riau

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
11 Desember 2019, 14:45
HARGA TBS KELAPA SAWIT MULAI MEMBAIK
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Pada hari-hari panen, mulai dari pukul 08.00 hingga 11.00, biasanya Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit  sudah bertumpuk-tumpuk di sepanjang pinggir jalan perkebunan.  Dengan gerobak sorong, tandan sawit itu dibawa dari perkebunan oleh para petani. Tak berapa lama, kaki tangan tengkulak akan menghampiri para petani sawit. Mereka segera menimbang dan tanpa tawar-menawar lagi, lembaran puluhan ribu rupiah berpindah tangan.

Harga TBS sudah ditentukan oleh tengkulak. Petani sawit tinggal menerima uang penjualan yang disodorkan para tengkulak tanpa bisa menawar atau pasang harga. Masalahnya ada pada kesulitan petani yang tidak bisa menjual langsung ke pabrik pengolahan kelapa sawit secara langsung. Dalih pabrik, produk TBS milik petani tidak memenuhi standar. Alhasil, petani tak punya pilihan.  Menjual ke tengkulak menjadi pilihan satu-satunya.

“Kalau dari pabrik harganya Rp 1.100, ya kami bayar ke petani Rp 1.000. Kalau dari pabrik Rp 900, kami bayar ke petani Rp 800,” kata Rian, salah satu kaki tangan tengkulak berkilah.

Betapa besar pengaruh para tengkulak dalam rantai perdagangan tergambarkan dalam survei pada 2017 oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) terhadap 10 ribu petani sawit rakyat di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Hasil survei tersebut menyebutkan bahwa 73 persen petani menjual TBS ke tengkulak. Sedangkan harga jual tandan buah di tengkulak sulit diprediksi karena mengikuti ketetapan pabrik pengolahan sawit.

Juhar Rahmat, petani sawit rakyat dari Desa Segati, Pelalawan menceritakan sulitnya menjadi petani sawit rakyat yang ‘dipaksa’ menjual TBS-nya ke tengkulak. Sepanjang Mei hingga Juli 2019 lalu adalah bulan yang mencekik petani sawit. Harga TBS jatuh sampai di angka Rp 600 per kilogram. Rata-rata hasil sekali panen petani rakyat hanya 1 ton tandan buah per hektare. “Dengan harga Rp 600 per kilogram, kami hanya mendapatkan uang panen Rp 600 ribu. Belum dipotong upah yang manen. Paling kami hanya dapat Rp 200 ribu. Apa cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga?” kata Juhar.

Hal serupa dirasakan oleh Riwanto, salah satu  petani rakyat di Desa Tuah, Indrapura. Pada masa panen, harga TBS hanya Rp 400 per kilogram. Menurutnya, selama tiga bulan tersebut tetangganya bahkan ada yang sengaja tidak memanen sawitnya, dibiarkan saja jatuh dan membusuk, atau diambil orang lain. Sebab, harga jual sawit dengan upah pemanen tidak seimbang. “Tidak ada untungnya….Saya belum pernah melihat pemerintah turun tangan mengatasi masalah harga buah sawit. Dari dulu dibiarkan terus seperti itu,” ucap Riwanto

Ketidakpastian harga TBS petani sawit rakyat diaminkan oleh Anton, seorang petani sawit Desa Tuah Indrapura, Siak.  “Petani kita adalah petani mandiri. Benih, pupuk, dan modal lainnya dari kami sendiri. Setidaknya, pemerintah mesti mendukung kami dengan harga TBS yang stabil,” kata Anton.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...