Peran Penting Ilmu Sosial dalam Penyelesaian Masalah Pandemi

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
20 Mei 2020, 12:05
Test Swab Masal
Katadata/Adi Maulana Ibrahim

Sudah hampir tiga bulan pandemi COVID-19 melanda Indonesia sejak kasus positif pertama ditemukan pada 2 Maret 2020. Hingga kini jumlah kasusnya terus bertambah. Per 16 Mei lebih dari 17 ribu orang dinyatakan positif COVID-19.

Wabah ini telah menyebar di 34 provinsi dan memukul berbagai sendi kehidupan masyarakat. Memunculkan masalah kesehatan, sosial, hingga ekonomi. Kebiasaan masyarakat perlahan berubah. Interaksi fisik berkurang seiring pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Advertisement

Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk mengatasi COVID-19. Kampanye pencegahan penyebaran virus gencar dikomunikasikan. Bantuan sosial digulirkan. Di sisi lain, masyarakat mencoba beradaptasi dengan situasi yang berkembang. Proses sosial mendorong terciptanya inovasi sosial untuk mencari jalan keluar agar tetap produktif dan aman dari wabah.

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Manneke Budiman, masyarakat memiliki kreativitasnya sendiri untuk mencari jalan keluar atau berdamai dengan keadaan di masa krisis.

Ia mencontohkan pasar tradisional di Salatiga, Jawa Tengah, yang meniru Vietnam. Pasar tetap buka tanpa berdesak-desakan dengan membuat aturan jarak antara lapak pedagang. Pencarian model kreatif tersebut mengadopsi kearifan lokal di masyarakat.

“Bagi saya ini satu hal. Orang tetap bisa bersama tapi tidak terancam hidupnya untuk mempertahankan kebersamaan itu,” katanya.

Ilustrasi Pasar
Ilustrasi Pasar (Katadata/Ajeng Dinar Ulfiana)

Manneke menambahkan, inisiatif lokal juga dapat menjadi bentuk pemberdayaan masyarakat. Contohnya program Kampung Siaga COVID-19 yang diinisiasi Jaringan Kampung (Japung). Kampung Siaga COVID-19 ini membentuk satuan tugas untuk melakukan edukasi hingga menyiapkan lumbung pangan di setiap rumah.

Adapun Japung merupakan forum komunikasi antar desa untuk memecahkan beberapa masalah yang terjadi di dalam atau antar desa. Virus corona dianggap sebagai pagebluk yang harus diperangi sehingga menjadi tugas bersama untuk mencari jalan keluarnya.

Menurut Co-Founder dan Penasihat Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Irsan A. Pawennei, inovasi sosial juga tak luput dari pengembangan kapasitas para pembuat kebijakan. Contohnya proses pembelajaran dari komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mencari solusi terbaik penanganan COVID-19.

“Kebijakan ini kan multi-pihak. Semuanya harus saling berkoordinasi satu sama lain dengan adanya satu tujuan. Kita juga bisa melihat kebijakannya efektif atau tidak dari hasilnya,” ujarnya.

Para pembuat kebijakan perlu mengambil keputusan yang tepat dan cepat di masa krisis berdasarkan data dan kajian, yang kemudian dapat didokumentasikan dengan knowledge management untuk menjadi pembelajaran di masa yang akan datang. Tak hanya relasi antar pemerintah pusat dan daerah, pembelajaran juga dapat dilihat dari perbedaan strategi mitigasi berbagai negaraberdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan budayanya masing-masing.

Antropolog UI Suraya Afiff mengungkapkan, interaksi sosial seperti dialog antara teknokrat dan masyarakat dapat mendorong lahirnya inovasi teknologi. Salah satunya ventilator (alat bantu pernapasan) mobile. Ini memperlihatkan bahwa pelibatan berbagai aktor pemangku kepentingan merupakan hal yang tidak terpisahkan.

Menurutnya, teknologi juga dapat dilihat sebagai artefak budaya. Sebuah penemuan teknologi dapat mencirikan perkembangan peradaban suatu masyarakat. Namun, relasi teknologi dan sosial ini belum dilihat secara utuh dan kerap diberlakukan sebagai entitas terpisah.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement