Pandemi Mendorong Perbaikan Ekosistem Riset dan Inovasi

Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia menimbulkan polemik. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tak jarang menuai kritik dari para peneliti. Penanggulangan pandemi yang menghantam berbagai sendi kehidupan masyarakat dinilai belum melibatkan dunia penelitian secara utuh.
Apalagi dalam kesiapan menghadapi fase kenormalan baru (new normal). Fase di mana semua komponen masyarakat dan pemerintah harus beradaptasi dengan pandemi yang masih berlangsung. Tujuannya agar ekonomi tetap berputar di mana berbagai kegiatan memperhatian protokol kesehatan.
Meskipun Presiden Joko Widodo mengingatkan perlunya pengawasan yang ketat dan bertahap dalam implementasinya, pertimbangan dalam penerapan tatanan normal baru masih dipertanyakan. Sebab, menurut anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Yanuar Nugroho, pemerintah masih perlu menyelesaikan beberapa hal penting yang menjadi persoalan hingga kini.
Persoalan itu antara lain jumlah tes yang harus diperbanyak dan peningkatan fasilitas kesehatan di daerah. Selain itu, ia menambahkan, pemerintah perlu mengukur isu kesenjangan risiko. Menurutnya, setiap orang atau keluarga menghadapi risiko dan memerlukan penyelesaian masalah yang berbeda-beda.
“Apakah riset dan inovasi multidisiplin sudah menjadi pertimbangan untuk melihat efektivitas atau ketepatan penerapan new normal? Belum. Harusnya mereka call for research dan berinovasi untuk new normal ini,” ujar Yanuar dalam sebuah wawancara daring, Selasa (9/6).
Penasihat pada Centre for Innovation Policy & Governance (CIPG) ini menjelaskan, pandemi Covid-19 yang bersifat multidimensi dapat diselesaikan. Caranya, pemerintah turut andil mengintegrasikan riset sosial humaniora (soshum) dengan sains dan teknologi (saintek).
Perbaikan Ekosistem Riset dan Inovasi
Kepala Bagian Pemantauan dan Evaluasi Program dan Anggaran Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yudho Baskoro melihat, pandemi ini dapat menjadi momentum penguatan kolaborasi riset dan inovasi di Tanah Air. Saat ini telah terbentuk Tim Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang merupakan hasil kolaborasi Kemenristek dengan berbagai pihak.
“Ikatan jejaring yang ada di konsorsium riset itu sudah ada, Covid-19 ini memperkuat kolaborasinya,” katanya.
Yudho tidak menampik jika dalam praktiknya riset saintek dan soshum kerap berjalan masing-masing. Sedangkan kolaborasi yang terjadi masih berdasarkan program riset, bukan sebagai satu tata kelola. Oleh karenanya, diperlukan ekosistem riset dan inovasi yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Selain ekosistem riset dan inovasi, Yanuar mengingatkan, diperlukan ekosistem pengetahuan yang akan mendorong manajemen pengetahuan. Dengan begitu komponen-komponen di dalamnya saling berintegrasi dan menghasilkan sistem yang berkelanjutan.
Catatannya, ada lima komponen yang harus bersinergi. Antara lain kerangka regulasi yang tepat, insentif atau pendanaan yang menunjang integrasi ilmu, institusi pendukung, akuntabilitas pemerintahan, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).