Jokowi Waspadai Krisis Pangan, Ini Peringatan FAO saat Pandemi Corona
Pandemi corona atau Covid-19 membuat banyak negara menerapkan lockdown atau karantina wilayah, maupun pembatasan sosial berskala besar seperti yang diterapkan di Indonesia. Food and Agriculture Organization/FAO atau Badan Pangan dan Pertanian PBB memperingatkan mengenai potensi terjadi krisis pangan sebagai dampak dari pandemi corona.
Peringatan FAO ini yang membuat Presiden Jokowi meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan para kepala daerah untuk menjaga ketersediaan bahan pokok. Jokowi berharap tak terjadi kelangkaan yang membuat harga pangan melonjak.
(Baca: Jokowi Ingatkan Proyeksi FAO soal Dampak Corona Memicu Krisis Pangan)
FAO meminta setiap negara yang sedang mengatasi penyebaran virus corona juga menjaga kelancaran rantai pasokan makanan. Rantai pasokan makanan ini melibatkan interaksi yang kompleks, seperti di sektor pertanian melibatkan petani, benih, pupuk, anti-hama, pabrik pengolahan, pengiriman, pengecer dan lainnya. Jaringan yang kompleks juga terdapat sektor peternakan dan perikanan.
"Ketika negara-negara memerangi pandemi corona, mereka juga harus melakukan segala upaya untuk menjaga kelancaran rantai pasokan makanan mereka," kata Kepala Ekonomi dan Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Pembangunan Sosial FAO, Maximo Torero Cullen, dalam laporan di situs resmi FAO yang dikutip pada Selasa (14/4).
(Baca: Tekan Dampak Corona, Pemerintah Relaksasi Pembayaran KUR Pertanian)
Cullen mengatakan rantai pasokan tersebut mulai mengalami kendala yang terlihat pada April dan Mei akibat persoalan logistik. "Industri pelayaran sudah melaporkan perlambatan karena penutupan pelabuhan, dan masalah logistik dapat mengganggu rantai pasokan dalam beberapa minggu mendatang," tulis Cullen.
Cullen menjelaskan rantai nilai makanan terbagi dua yakni komoditas pokok seperti gandum, jagung, kedelai dan komoditas bernilai tinggi seperti buah dan sayur-sayuran.
Produksi komoditas bahan pokok yang bersifat padat modal tak terpengaruh dengan masalah kekurangan tenaga kerja selama pandemi. Sebaliknya komoditas sayuran dan buah-buahan membutuhkan banyak tenaga kerja yang produksinya terhambat saat pekerja atau petani sakit atau terbatas ruang geraknya.
Berbeda dengan krisis pangan global 2007-2008, sejak pandemi, pasokan komoditas pangan terhambat pada logistik atau distribusi. Contohnya, ekspor produk bahan pokok dari Argentina yang menghasilkan kedelai dan Brasil yang menghasilkan pakan ternak dunia, mengalami hambatan karena pemerintah pusat memblokir jalan menuju pelabuhan dengan alasan pencegahan corona.
"Secara internasional, jika pelabuhan utama seperti Santos di Brasil atau Rosario di Argentina ditutup, itu akan menimbulkan bencana bagi perdagangan global," kata Cullen.
(Baca: Ancaman Krisis Pangan, MPR: Pemangkasan Anggaran Kementan Dikaji Ulang)
FAO menyarankan, selain melindungi pasokan dalam negeri, penting kerja sama lintas negara untuk mengamankan pasokan pangan. Cullen menyarankan tiap negara tak membuat pembatasan jalur perdagangan. Membatasi perdagangan dianggap tidak hanya tidak perlu, namun akan merugikan produsen dan konsumen dan bahkan membuat panik pasar.
"Jika satu negara mulai melakukan pembatasan ekspor, semua negara lain akan mengikuti, dan itu akan menjadi malapetaka bagi pasar," kata dia.
Tarif impor dan hambatan perdagangan nontarif pun disarankan dihilangkan. Tarif impor yang lebih rendah akan memfasilitasi impor pangan dan karenanya membantu mengatasi kekhawatiran pasokan dan kenaikan harga di suatu negara. Pemerintah juga disarankan mengurangi PPN sementara dan pajak-pajak lainnya untuk membantu menstabilkan pasar pangan dunia.
(Baca: Pasokan Pangan Dunia Terguncang Covid-19, Bagaimana di Indonesia?)