Jokowi Ancam Gigit yang Halangi Pemerintah Setop Impor Minyak

Dimas Jarot Bayu
29 November 2019, 08:56
Joko widodo, impor minyak
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Presiden Joko Widodo mengancam akan 'menggigit' pihak yang berupaya menghalangi pemerintah setop impor minyak dan gas.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan ada orang yang dikenal publik yang tak ingin pemerintah menghentikan impor terutama minyak dan LPG. Padahal pemerintah berupaya menghentikan impor komiditi bahan bakar untuk menekan defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan.

“Ada yang tidak mau digangggu impornya, baik minyak maupun LPG. Saya tahu siapa yang impor,” kata Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2019 di Raffles Hotel, Jakarta, Kamis (28/11) malam.

Jokowi enggan mengungkap orang tersebut kepada publik. Dia hanya memberikan peringatan, apabila orang atau pihak tersebut mengganggu berbagai rencana pemerintah menghentikan impor, maka Jokowi akan menindaknya secara tegas.

“Yang sudah saya sampaikan, kalau ada yang mau ganggu, pasti akan saya gigit orang itu. Enggak akan selesai kalau masalah ini tidak kita selesaikan,” kata dia.

(Baca: Dulu Berseteru, Haji Lulung Kini Yakin Ahok Dapat Berantas Mafia Migas)

Para pendukung impor minyak dan gas tersebut mendapatkan keuntungan dari kegiatan mereka. Sehingga berupaya menghalangi langkah pemerintah menghentikan impor migas dan menggantikannnya dengan penggunaan bahan bakar campuran minyak sawit atau biodiesel.

Di kesempatan berbeda Jokowi memaparkan langkah pemerintah mengurangi impir migas dengan menjalankan program mandatori campuran minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) ke Bahan Bakar Minyak (BBM) atau biodiesel. Saat ini, pemerintah sudah berhasil mengefektifkan penggunaan B20 dan ditargetkan meningkat menjadi B30 pada tahun depan.

Jokowi juga menargetkan Indonesia bisa memproduksi B50 dan B100 di masa mendatang. “Artinya CPO kita gunakan sendiri untuk biodiesel, biofuel,” kata Jokowi.

(Baca: Menko Ekonomi Sebut Penerapan B30 Bisa Hemat Devisa US$ 8 Miliar)

Pengolahan CPO di dalam negeri menjadi bahan bakar juga diharapkan mampu menekan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan Indonesia karena menurunkan impor minyak. Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober defisit US$ 1,79 miliar.

Sementara itu, BI mencatat defisit transaksi berjalan pada Kuartal III 2019 mencapai US$ 7,7 miliar atau 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto. Defisit perdagangan migas sering disebut sebagai salah satu biang keladi defisit perdagangan dan transaksi berjalan.

(Baca: Kementerian BUMN: Target Ahok di Pertamina untuk Turunkan Impor BBM)

Neraca transaksi berjalan Indonesia pada 2018 bahkan mengalami defisit US$ 31,1 miliar atau sekitar 2,98% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai US$ 1,04 triliun. Defisit tersebut merupakan yang terdalam sejak 2015. Berikut grafik Databoks:

Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...