Impian Industri Kreatif Tanah Air Menapaki Jejak Korea

Yuliawati
Oleh Yuliawati
8 April 2019, 06:00
ekonomi kreatif
Katadata | Heri Susanto
Lokasi pameran London Book Fair.

Sebuah spanduk besar berukuran sekitar 50 meter kali 20 meter terpampang mencolok di hall utama pameran London Book Fair di Olympia, London, Inggris pada 12-14 Maret 2019. Spanduk bertuliskan “Indonesia, 17.000 Islands of Imagination” yang dilengkapi dengan jejeran baliho serupa berhasil membetot ribuan pasang mata pengunjung pameran yang berasal dari 120 negara.

Sejatinya, ajang ini adalah pameran tentang buku dan industri penerbitan. Namun, dengan terpilihnya Indonesia sebagai market focus country atau negara yang menjadi fokus pasar, Indonesia bisa memamerkan beragam industri kreatif di ajang pameran buku terbesar kedua di dunia, setelah Frankfurt Book Fair tersebut.

(Baca Edisi Khusus: Sinar Cerah Produk Industri Kreatif di Pasar Global)

Tak ingin melewatkan kesempatan emas dan langka itu, Badan Ekonomi Kreatif bersama Panitia Indonesia Market Focus Country menggelar lebih dari 100 event baik di dalam maupun di luar pameran. Di dalam gedung pameran, berpusat di stan Indonesia. Selain diskusi buku dan budaya Nusantara, panitia menggelar diskusi dan workshop yang menyangkut produk kreatif Indonesia, baik film, komik, kuliner dan fesyen. 

Suasana diskusi dalam London Book Fair, Senin (11/3/2019)
Suasana diskusi dengan narasumber di antara penulis Semo Gumira Ajidarma, Dewi Lestari dalam London Book Fair, Senin (11/3/2019) (Katadata/Heri Susanto)
 

Tak disangka animo pengunjung terhadap setiap event yang digelar oleh panitia Indonesia selalu dipadati pengunjung. Bahkan, tak sedikit yang duduk menghampar lantaran tak kebagian tempat duduk. “Momen ini sangat penting untuk mengenalkan produk kreatif Indonesia kepada publik Inggris dan negara lainnya,” kata Kepala Bekraf, Triawan Munaf di stan Indonesia pada 12 Maret 2019.

London Book Fair hanyalah salah satu ajang pemasaran industri kreatif di dunia internasional. Sejak beberapa tahun belakangan, Bekraf aktif mendorong produk ekonomi kreatif diperkenalkan di tingkat global.

Maraknya kegiatan pemasaran produk-produk kreatif yang tercermin dari alokasi anggaran lembaga tersebut. Dari total anggaran Bekraf pada 2019 yaitu sebesar Rp 630 miliar, lebih dari Rp 500 miliar dialokasikan untuk pengembangan ekonomi kreatif.

(Baca Edisi Khusus: Industri Kreatif dalam Bidikan Para Pengusung Modal)

Beberapa ekshibisi yang rutin diikuti Bekraf di antaranya Games Connection America yang mempertemukan para pembuat dan penerbit gim; South by Southwest (SXSW) di Texas, AS sebagai tempat memperkenalkan produk-produk inovatif khas Indonesia.

Tak hanya mengikuti pameran, Bekraf juga menggagas pertemuan. Pada November 2018 lalu, Bekraf menjadi pionir menyelenggarakan The World Conference on Creative Economy (WCCE) atau Konferensi Global tentang Ekonomi Kreatif pertama di Bali. Ajang ini mempertemukan perwakilan dari pemerintah, pengusaha, think tank, komunitas, organisasi internasional, media dan ahli di bidang ekonomi kreatif.

Selain itu, Bekraf juga menggelar Akatara, yaitu pertemuan investor dengan pelaku kreatif perfilman; Bekraf Developer Day, acara yang mempertemukan para pengembang aplikasi; dan Unity in Diversoto, untuk memperkenalkan kuliner soto di Indonesia kepada dunia internasional.DUKUNGAN SUBSEKTOR KULINER INDONESIADukungan Subsektor Kuliner Indonesia (ANTARA FOTO | Irsan Mulyadi)

 

 

 

 

Berbagai kegiatan itu bertujuan memaksimalkan pertumbuhan ekonomi kreatif. Menurut Triawan, potensi pertumbuhan ekonomi kreatif sangat menjanjikan. Kontribusi ekonomi kreatif pada 2019 diproyeksikan mencapai lebih Rp 1.200 triliun.

Indonesia terus menumbuhkan ekonomi kreatif dengan harapan dapat mengikuti jejak Korea Selatan, yang merupakan negara di Asia yang pertumbuhan ekonomi kreatif paling tinggi berkat K-Pop dan K-Drama.

Berkat produk uniknya, Korea Selatan berhasil menarik investasi dari seluruh dunia. Triawan menganggap Korea Selatan memberikan contoh bagaimana suatu negara mengembangkan industri kreatif. “Tidak hanya sukses di negara sendiri, tetapi juga di negara lain.”  

Kontribusi Ekonomi Kreatif

Ekonomi kreatif mulai menggeliat sejak Pekan Produk Budaya Indonesia digelar pertama kali pada 2007. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menindaklanjutinya dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Pada 2015 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo didirikanlah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 6/2015. Pemerintahan Jokowi menargetkan ekonomi kreatif menjadi salah satu kekuatan industri dunia pada 2030.

Ekonomi kreatif memegang peranan yang semakin penting dalam sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di dunia global tapi di Indonesia.

(Baca: Bekraf Keluarkan Travel Grant ke 42 Kegiatan Internasional pada 2018)

Pada 2015, Ernst and Young (EY) membuat pemetaan ekonomi kreatif global untuk pertama kalinya di dunia dan mencatat bahwa Industri Kreatif dan Budaya atau CCI) bernilai sebesarUS$ 2,3 triliun (sekitar Rp 30.654 triliun), dan menyamai 3% dari Produk Domestik Bruto total dari seluruh dunia.

Di Indonesia, perkembangan ekonomi kreatif pun cukup signifikan. Dari hasil survei Bekraf pada 2016, jumlah pelaku ekonomi kreatif sebanyak 8,2 juta orang. Adapun jumlah penyerapan tenaga kerja sekitar dua kali lipat dari jumlah pelaku industri. Pada 2015, jumlah pekerja ekonomi kreatif sebanyak 16,06 juta, 2016 menjadi 16,9 juta dan 2017 berjumlah 17,43 juta.

 

Halaman:
Reporter: Heri Susanto
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...