Mantan Kepala BPPN Dituntut 15 Tahun dalam Kasus Dugaan Korupsi BLBI

Dimas Jarot Bayu
3 September 2018, 15:55
Persidangan BLBI tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (21/6/2018).

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temengggung dituntut 15 tahun dalam kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).  Syafruddin juga didenda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan atas perbuatannya.

"Kami menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata JPU KPK Khaeruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/9).

Advertisement

Syafruddin dituntut melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Syafruddin diduga melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara bersama-sama dengan mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro Jakti, pengusaha Sjamsul Nursalim dan istri Sjamsul, Itjih S Nursalim.

(Baca juga: Sjamsul dan Dorodjatun Ada dalam Dakwaan Kasus BLBI Eks Kepala BPPN)

JPU KPK menyebutkan, mereka memiliki kehendak yang sama untuk menghilangkan hak tagih negara kepada Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun dengan cara menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Kehendak tersebut kemudian direalisasikan dengan adanya kerjasama yang erat dan disadari oleh Syafruddin, Dorodjatun, Sjamsul, dan Itjih degan tidak menyatakan adanya misrepresentasi atas piutang BDNI kepada petambak PT DCD dan PT WM.

"Kemudian terdakwa dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti justru menghapus piutang tersebut yang ditindaklanjuti terdakwa dengan menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham, meskipun Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya," kata Khaeruddin.

(Baca juga: Syafruddin Temenggung Minta Sjamsul Nursalim Jadi Saksi Kasus BLBI)

Jaksa KPK mengungkapkan, hak tagih negara hilang akibat Syafruddin menerbitkan SKL atas utang BLBI milik Sjamsul meski kewajibannya belum dipenuhi.

JPU KPK Kiki Ahmad Yani mengatakan, awalnya Syafruddin mengusulkan penghapusbukuan utang unsustainable petambak plasma yang dijamin dua perusahaan milik Sjamsul, PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) sebesar Rp 2,8 triliun.

Usulan tersebut disampaikan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) pada 16 Januari 2004, meski Syafruddin menyadari adanya misrepresentasi utang petambak yang dipaparkan Sjamsul. Atas usulan tersebut, Ketua KKSK Dorodjatun Kuntjoro Jakti meminta Syafruddin menyampaikannya dalam rapat kabinet terbatas pada 11 Februari 2004.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement