Definisi Terorisme Kesepakatan Pemerintah & DPR Dinilai Multitafsir
Seluruh fraksi di DPR bersama pemerintah akhirnya menyepakati definisi terorisme dalam revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. DPR dan pemerintah mencapai mufakat menyepakati definisi terorisme dengan memasukan frasa motif politik, pada Kamis (24/5) malam.
Kesepakatan kedua belah pihak dilanjutkan dengan pengambilan keputusan atas revisi RUU Antiterorisme dalam rapat paripurna yang digelar Jumat (25/5). Rapat paripurna berujung dengan pengesahan revisi UU Antiterorisme, tanpa adanya interupsi dan perdebatan.
Pembahasan definisi terorisme ini sempat melalui proses yang alot antara pemerintah dan DPR. Akhirnya kedua kubu sepakat dengan definisi terorisme yakni:
”Terorisme sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan”.
(Baca juga: DPR dan Pemerintah Masih Alot Bahas Definisi Terorisme)
Sebelumnya pemerintah dan dua fraksi pendukungnya di DPR yakni PDIP dan PKB mendorong definisi terorisme tanpa frasa motif politik sebagai berikut:
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang srategis. Lingkungan hidup, fasilitas public atau fasilitasi internasional.
Dalam pandangan mini fraksi, anggota Fraksi Gerindra Wenny Warouw menyampaikan definisi terorisme dengan frasa politik dipilih karena menghindari korban salah tangkap. Definisi terorisme ini menjadi pembeda antara kriminal biasa dengan tindak pidana terorisme.
"Definisi terorisme ini menjadi landasan hukum penegak hukum untuk dapat menetapkan sesorang terlibat teroris atau tidak," kata Wenny.