Bergantung Impor Bahan Baku, Kapasitas Hulu Petrokimia Didorong

Dimas Jarot Bayu
6 Februari 2018, 15:18
Katadata Petrokimia
www.barito.co.id
Industri Petrokimia

Kementerian Perindustrian berencana mendorong peningkatan kapasitas industri hulu petrokimia dalam negeri sehingga dapat memenuhi lonjakan permintaan bahan baku plastik saat ini. Alasannya, saat ini saja industri dalam negeri masih harus mengimpor hampir setengah kebutuhan bahan baku plastik dari luar negeri.

Berdasarkan data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) pada 2017, jumlah permintaan untuk bahan baku industri plastik sebesar 5,8 juta ton per tahun. Dari angka itu, kapasitas industri plastik di Indonesia hanya sebesar 3.2 juta ton per tahun.

Advertisement

Adapun, utilisasi produksi industri plastik pada 2017 sebesar 2,53 juta ton per tahun dengan jumlah konsumsi daur ulang sebesar 1,155 juta ton per tahun. Alhasil, hal ini membuat jumlah impor industri plastik ke Indonesia masih sebesar 2,15 juta ton per tahun.

(Baca: Industri Petrokimia Alami Stagnasi Dua Dekade Terakhir)

"Importasi kita masih banyak," kata Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono.

Menurut Sigit, masih besarnya impor bahan baku ini disebabkan minimnya pemecah nafta (naphta cracker) yang ada di Indonesia. Selama ini hanya ada satu naphta cracker yang menghasilkan produk olefin di Indonesia milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) dengan kapasitas 860 ribu ton per tahun.

Dengan kapasitas tersebut, CAP baru mampu menghasilkan bahan baku industri plastik sebesar 2,45 juta ton per tahunnya. "Kemampuan cracker hanya satu yang dipunyai Chandra Asri," kata Sigit.

Adapun, CAP akan melakukan ekspansi dengan meningkatkan kapasitas naphta cracker menjadi 2 juta ton. Sementara, Lotte Chemical berencana membangun naphta cracker 1 juta ton per tahun.

(Baca: Kenaikan Harga Minyak Menekan Industri Plastik)

Sigit mengatakan, dengan bertambahnya kapasitas naphta cracker, industri petrokimia dalam negeri dapat meningkatkan efisiensi bahan baku plastik. Alhasil, industri petrokimia akan semakin mengurangi impor.

"Kalau ada (peningkatan kapasitas) naphta cracker dari Chandra Asih 1 juta, dari Lotte 1 juta jadinya 3 juta. Itu self efficiency kita bisa 50%," kata Sigit.

Guna meminimalisasi impor tersebut, pemerintah juga akan mendorong proyek gasifikasi batubara di Indonesia. Selama ini, proyek tersebut terkendala akibat dinilai hasil produksi gasifikasi batubara terlalu mahal.

"Tapi kalau lihat di China visible. Jadi hitung-hitungan kami yang enggak benar selama ini," kata Sigit.

Menurut Sigit, industri petrokimia di China kerap mensyaratkan pembelian batubara dengan kualitas rendah sebesar US$ 20 per ton. Hal itu, lanjutnya, memungkinkan untuk diterapkan sehingga proyek gasifikasi batubara dapat dijalankan dengan harga yang terjangkau.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement