Transparansi Internasional: Kesiapan Perusahaan Rendah Cegah Korupsi

Dimas Jarot Bayu
6 Desember 2017, 19:57
korupsi e-KTP
ANTARA FOTO/Darwin Fatir
Penggiat anti korupsi melihat spanduk berisikan replika Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik di jalan Andi Pangeran Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/3).

Kesiapan perusahaan dalam mencegah kasus korupsi dan memitigasi pidana korporasi di Indonesia dinilai masih rendah. Hal ini terungkap dari penilaian yang dirilis Transparancy International Indonesia (TII) bertajuk Indonesia Transparency In Corporate Reporting (TRAC) pada Desember 2017.

Penilaian TII tersebut dilakukan untuk menilai standar transparansi pelaporan perusahaan, khususnya terkait program antikorupsi, struktur organisasi, dan laporan antar negara. Penilaian dilakukan terhadap 100 perusahaan, baik berupa BUMN atau perusahaan terbuka.

Perusahaan tersebut berasal dari sembilan lapangan usaha dan beroperasi di total 38 negara. Adapun, perusahaan yang dinilai diambil dari Fortune Top Hundred 2014 dengan kategori perusahaan terbesar di Indonesia dari aspek pendapatan.

(Baca: Survei Indeks Persepsi Korupsi di 12 Kota Membaik)

Proses penilaian dilakukan dalam tiga fase, yakni pengumpulan data, forum validasi, dan review internal perusahaan. Sumber data penilaian adalah dokumen publik seperti pedoman perilaku, laporan tahunan, laporan keuangan, dan laporan keberlanjutan periode 2014-2015.

Berdasarkan penilaian TII, skor TRAC bagi perusahaan Indonesia sebesar 3,5 dari rentang 0-10. "Skor tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia kurang transparan dan berpotensi gagal membuktikan keberadaan program antikorupsi, gagal mengungkapkan struktur kepemilikan perusahaan yang transparan, serta gagal menyampaikan laporan keuangan antar negara secara transparan," ujar Manajer Program Tata Kelola Ekonomi TII Wahyudi.

Dari data TII, transparansi program antikorupsi memiliki rerata skor 38%. Hal ini menandakan hanya sebagian kecil perusahaan yang memiliki sistem pencegahan korupsi yang memadai. Pasalnya, sebanyak 73 perusahaan dinilai tidak memiliki peraturan yang secara tegas melarang praktik pemberian uang pelicin.

Sebanyak 60 perusahaan tidak memiliki kebijakan tentang kontribusi politik, baik pelarangan maupun kewajiban pengungkapan. Sementara 71 perusahaan tidak memberlakukan program antikorupsi kepada individu yang bukan karyawan namun bertindak atas nama perusahaan, seperti agen, penasihat, dan perantara.

"Sebanyak 67 perusahaan tidak memberlakukan program antikorupsi kepada penyedia barang dan jasa serta 74 perusahaan tidak memiliki pelatihan antikorupsi bagi karyawan dan direksi," tambah Wahyudi.

(Baca: Survei LSI: Semakin Religius Seseorang Tak Menjamin Bebas Korupsi)

TII juga menilai transparansi struktur organisasi memiliki rerata skor 67%. Sebab, sebagian besar perusahaan cukup transparan dalam melaporkan struktur organisasi perusahaannya.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...