Setnov Minta KPK Izin Presiden, Jokowi: Buka Undang-undangnya

Dimas Jarot Bayu
15 November 2017, 19:55
Presiden Jokowi
Katadata
Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di Kompleks Senayan.

Ketua DPR RI Setya Novanto beberapa kali menolak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dalih lembaga antirasuah tersebut perlu mendapat izin Presiden Joko Widodo. Jokowi menyerahkan proses hukum kepada aturan yang berlaku.

Jokowi mengatakan, Undang-undang yang menyebut bahwa pemeriksaan terhadap Novanto harus seizin presiden harus dibuka kembali. Nantinya, perlu ditilik apakah memang aturan yang mewajibkan izin presiden itu memang tercantum.

“Buka undang-undangnya semua. Buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti,” kata Presiden Joko Widodo usai membuka kongres ke-20 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Manado, Rabu 15 November 2017.

(Baca: Mangkir Pemeriksaan, Setnov Kembali Minta KPK Izin ke Presiden)

Aturan yang menyebutkan bahwa pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden ada dalam Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pasal tersebut sebelumnya sudah diuji materi oleh Mahkamah Konstitusi.

Namun, Pasal 245 Ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan Ayat 1 tidak berlaku jika tindak pidana yang dilakukan anggota DPR bersifat khusus, salah satunya, seperti tindak pidana korupsi.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai ucapan pernyataan Jokowi tidak tegas disebabkan adanya kalkulasi politik. Menurut Adnan, Jokowi memperhitungkan pernyataannya agar posisinya aman dalam kontestasi politik, khususnya untuk Pemilu Presiden 2019.

Sebab, Golkar yang dipimpin Novanto saat ini mendukungnya di koalisi pemerintahan. Selain itu, Golkar juga sudah memastikan dukungannya untuk mengusung Jokowi pada Pilpres 2019.

"Saya melihat lebih karena kalkulasi politik. Presiden merasa tidak yakin kalau posisinya aman," kata Adnan.

Kendati demikian, Adnan menilai Jokowi tak bisa lagi mengambil sikap "menggantung" dalam menanggapi kasus yang menjerat Novanto. Pasalnya, sikap Jokowi dianggap bisa menjadi bumerang dalam kontestasi politiknya.

"Secara faktual memang harus diperhitungkan karena bagaimana pun nasibnya sebagai presiden akan ditentukan oleh solidnya koalisi. Tapi pada saat yang sama masyarakat lebih memilih presiden itu berdasarkan sikap yang tegas terhadap korupsi," kata Adnan.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...